Nasihat Untukmu Para Pendidik: Ku ingin sepertimu Guru!!!


Hari ini hujan sangat deras mengguyur kota ini hingga banjir yang senantiasa menjadi tamu tahunan mengenangi beberapa ruas jalan.  Dengan malas, ku bulatkan tekad untuk melewati banjir tersebut dengan berjalan kaki. Motor terpaksa ku titipkan ke pemilik warnet, tempat ku bernaung dari tadi. Hujan kali ini benar-benar sangat deras. Sesekali kilatan petir dan suara gemuruh langit menggelegar.

Apa gak tunggu banjirnya reda saja, nduk?” Tanya si mbah, orang tua pemilik warnet.
Gak mbah, saya jalan kaki saja. Gak terlalu jauh koq. Saya titip motor dulu ya mbah. Abis Magrib, saya ambil. “ jawab ku ketika sedang bersiap memakai jaket dan mengambil helm.
Oh gitu, hati-hati nduk.” Pesan si mbah kepadaku.
Nggih mbah, assalamualaikum.” Ku pun berlalu meninggalkan warnet dan si mbah.

Selama melewati banjir, ku berjalan sangat hati-hati. Takut tergelincir. Kaos kaki putih yang ku kenakan sekarang berubah warna menjadi kuning kecoklatan. Begitu sampai dirumah, segera ku cuci kaki beserta kaos kaki yang ku kenakan dan langsung ku jemur.

Sebuah pengalaman serupa mengarungi banjir yang jauh lebih tinggi pernah ku alami beberapa tahun lalu. Saking derasnya banjir tersebut, membuat sandal ku sempat hanyut walau akhirnya ku berhasil mendapatkannya kembali (semau ini tidak lepas dari bantuan dan kesigapan teman-teman yang saat itu berjalan di belakangku^__^). Waktu itu, kami baru saja usai mengikuti kelas bahasa Arab di sebuah masjid yang tidak jauh dari tempat tinggalku.

Kisah diatas hanyalah sebuah kisah yang menginspirasi tulisan ini. Tulisan yang mengenangkanku pada sosok guru bahasa Arab kami. (Semoga Allah senantiasa merahmati beliau. Allahumma amin). Sekilas anda melihatnya, mungkin anda tidak akan menyangka beliau adalah seorang yang fasih bahasa Arab. Penampilannya sangat sederhana saat mengajar. Selain  plastik putih yang selalu melingkar di pergelangan tangan beliau, tempat untuk menaruh buku-buku serta kopiah hitam yang menutupi sebagian rambut beliau yang telah memutih, maka tidak ada kemewahan yang melekat pada diri beliau. Kesederhanaannya itulah yang membakar semangat kami para muridnya untuk setia hadir di kelas bahasa Arab tersebut setiap hari Rabu dan Ahad sore. Timbul rasa malu luar biasa pada diri ini jika mendapati guru tersebut telah duduk manis menunggu kedatangan kami.
Di usianya yang sangat tua dengan jalan sedikit membungkuk serta rambut yang telah memutih tidak sedikitpun mengurangi semangat (ghiroh) beliau untuk menempuh perjalanan kiloan meter dari pinggiran kota hanya untuk membagi ilmunya kepada kami. Beliau tidak pernah meminta kami untuk membayar iuran bulanan meski beliau seringkali harus menyisihkan uang pribadi sebagai ongkos angkot (nama angkutan umum di kota ini) untuk sampai ke masjid ini. Sesekali anak lelaki beliau menghantar atau menjemput beliau. Entah apa yang memotivasi beliau sedemikian kuatnya hingga sedikitpun beliau tidak pernah lelah mengajar kami dan tidak pernah mengeluh sedikitpun. Pernah suatu ketika, kami berinisiatif untuk mengumpulkan iuran bulanan, namun beliau menolaknya dengan mengatakan “uangnya dipakai untuk keperluan kuliah saja”. Subhanallah, kata-kata itu begitu sangat tulus keluar dari mulut beliau. Beliau menyayangi kami seperti cucunya. Beliau benar-benar memperlakukan kami seperti seorang kakek ketika mengajari cucunya karena kebiasaan beliau menyuguhkan permen yang telah dipersiapkan di kantung bajunya saat pelajaran berlangsung. Awalnya kami merasa “kikuk’ diperlakukan sedemikian istimewa oleh sang guru, namun akhirnya kami terbiasa dengan hal tersebut. Inilah yang terkadang menjadi guyonan diantara kami di akhir kalimat SMS ketika mengingatkan jadwal kelas bahasa Arab esok harinya, “Jangan telat ya, ntar gak diberikan permen ukhti!!!”

Maha besar Allah yang telah mempertemukan ku dan teman-teman dengan seorang guru sejati yang mengajarkan banyak hal. Hari ini kutemukan jawaban yang pernah ku tanyakan sendiri dalam diri. Apa yang memotivasi beliau sehingga begitu tulus mengajari kami. Inilah jawabnya, sepertinya beliau benar-benar memahami hadist Rasullullah saw “Apabila anak adam meninggal dunia, maka putuslah semua amalnya kecuali tiga perkara: shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh/ah. “ (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad & Nasai).

Tidak hanya itu, sepertinya Guru saya tersebut mengetahui benar nasihat dari ulama besar Imam Syafii dan mengamalkannya. Pernah suatu ketika, Imam Syafii diminta untuk memberikan sebuah nasihat kepada Abu Abdus Shomad, seorang guru yang mendidik anak-anak khalifah Harun Ar-Rasyid. Imam Syafii lalu berkata kepada Abu Abdus Shomad: “Hendaklah hal yang pertama dimulai dalam mendidik adalah memperbaiki dirimu. Mata-mata mereka bergantung pada matamu. Dan kebaikan mereka adalah kebaikan apa yang engkau lakukan. Keburukan bagi mereka adalah sesuatu yang engkau benci. Ajarkanlah mereka kitabullah, Janganlah engkau memaksakan mereka sehingga mereka bosan. Dan janganlah engkau meninggalkan mereka dari Al-Quran lalu mereka akan meninggalkannya. Kemudian ceritakan pada mereka dari hadist-hadist yang mulia dan pepatah nasehat. Dan janganlah kau ajarkan mereka suatu ilmu kemudian pindah pada ilmu yang lain sehingga mereka memahaminya. Maka sesungguhnya perkataan yang  bertumpuk-tumpuk dalam pendengaran akan menyusahkan pemahaman. “ (Mauqif Fii Az Zuhd wa Roqoiq: 70)

Tidaklah berlebihan jika ku berasumsi bahwa gaya seorang guru saat mengajar sangatlah berpengaruh terhadap semangat atau tidaknya anak didiknya dalam belajar. Menjadi malas atau bahkan takut. Keteladanan seorang pendidik, bahkan bisa menyihir  anak didiknya sehingga mereka bercita ingin menjadi seperti guru tersebut. Seperti suatu ketika, seorang guru  TK bertanya kepada anak-anak didiknya, “Apa cita-cita kalian ketika besar?”. Dengan polos, anak-anak tersebut menjawab “Ingin menjadi seperti ibu guru!!!”.

*kepada guruku, 
Ilmumu ibarat telaga yang tiada pernah kering memberikan manfaat
Kehadiranmu senantiasa memberikan kehangatan kepada anak didikmu
Hanya sebuah doa yang bisa ku ucapkan: “smoga Allah memberikan balasan syurga atas kebaikan-kebaikanmu
Ingin ku katakan, ku ingin menjadi seperti mu!!!

Samarinda, 24 April 2011
Pukul. 22.25 wita








0 komentar:

Posting Komentar