Keteladanan dan Keistiqomahan seorang Akhwat (Refleksi Perjalanan Tarbiyah Diri)


Ada sebuah rangkaian unik di dalam kehidupan berjamaah kita. Yang satu bisa mempengaruhi yang lainnya. Bahkan sampai masalah keistiqomahan. Bahkan sebab  yang satu bisa berpengaruh ke yang lainnya. Bisa saling menguatkan atau malah melemahkan. Masalah keteladanan.

Banyak sudah telah kita dengar, akhwat yang futur karena kecewa dengan Murobbiyahnya/ Ustadzahnya. Atau adik-adik tingkat yang akhirnya tidak mau lagi ngaji karena kecewa dengan kakak tingkatnya yang sebelumnya dikaguminya. Kelihatannya amat naif..tapi itulah yang terjadi.Tetapi sebaliknya, banyak juga yang kita jumpai seorang akhwat yang melejit karier dakwahnya, karena kekagumannya kepada Murobbiyahnya atau kakak tingkatnya yang telah lama berkecimpung di dalam jama’ah.Dulu, (semoga sekarang tidak lagi..) Saya termasuk akhwat yang mudah terpengaruh oleh pribadi-pribadi di luar diri saya. Dalam waktu singkat bias membuat saya begitu apresiatif dengan amanah da’wah. Tapi juga bisa membuat saya mati langkah karena kecewa dengan figur senior yang telah terlanjur bagus dibenak saya.

Masih sangat lekat dalam ingatan..beberapa kejadian yang kemudian menjadi penguat di kemudian hari. Saat itu kami mengadakan baksos. Kepanitiaan banyak melibatkan akhwat juga ummahat. Ada seorang ummahat yang dengan semangat sekali memberesi meja..dari meja satu terus pindah meja yang lainnya. Pokoknya semangat sekali beliau saat itu. Padahal..kondisinya sedang hamil besar. Ternyata tanpa beliau sadari, pemandangan itu memberikan suntikan semangat di benak kami..para akhwat..bahkan banyak yang menyimpannya di file bawah kesadaran dan menjadikan semangat di kemudian hari.Juga, suatu saat, Yayasan kami mengadakan Baksos di luar kota. Ada Ummahatyang walaupun sedang hamil muda, beliau tetap bersikeras untuk menghadirinya.Padahal kondisinya tidak terlalu bagus saat itu. Entah karena ingin mendampingi kami atau sebagai wujud tanggungjawab beliau sebagai ketua Yayasan. Perjalanan ke luar kota dengan sepeda motor kala itu..yang sebenarnya tidak terlalu jauh, beliau muntah-muntah sampai tiga kali. Dan..benar juga ..kehadiran beliau amat mempengaruhi semangat adik-adik yang sudah dari pagi disana. Dari diskusi beberapa kali dengan adik-adik…ternyata ada sebuah semangat untuk tetap istiqomah di jalan ini, atau untuk tetap semangat mengemban amanah dakwah karena faktor teladan. Faktor ingatan akan seseorang yang pernah dikenangnya. Dan akhirnya pada kesimpulan bahwa alangkah pentingnya faktor teladan ini. Memang hal seperti ini rentan sekali…tetapi pada kenyataannya banyak yang seperti itu.

Sebuah kata, seberapa pun bagus seseorang beretorika, pengaruhnya tidak akan lama kalau kemudian pribadi yang menyampaikan ternyata amat jauh dari apa yang pernah di sampaikannya. Begitu orang menemukan ‘cela ‘ atas diri seseorang biasanya apa yang di sampaikan di lain waktu tidak akan terlalu diperhatikan lagi. Walaupun hal yang di sampaikan itu adalah suatu kebenaran. Tanpa kekuatan ruhiyah, perkatakan itu tidak akan sampai pada hati orang yang mendengarnya. Dari pengalaman-pengalaman itu…saya mengambil kesimpulan bahwa keteladanan adalah sebuah tuntutan. Harus disadari bahwa setiap diri adalah wajib untuk menjadikan dirinya sebagai model. Tidak untuk menghilangkan keikhlasan atau yang lainnya tetapi itu adalah kewajiban yang secara otomatis melekat di setiap pundak seorang muslim/muslimah.

Muslimah yang telah bekerja harus membebani dirinya untuk tetap seperti semula.Tetap aktif sebagaimana dulu sewaktu masih kuliah atau ketika masih mempunyai banyak waktu luang. Walaupun aktivitasnya dalam bentuk yang berbeda, tetapi ketika dia mampu menunjukkan bahwa kariernya tidak menghalangi dia untuk tetap berkiprah, ternyata itu mampu memberikan energi bagi juniornya ketika nantinya berkarier juga ia akan bercita-cita seperti seniornya tersebut.Begitu juga akhwat-akhwat yang mampu tetap eksis kiprahnya setelah memasuki dunia rumah tangga. Ternyata mereka-mereka itu sering jadi rujukan akhwat akhwat yang masih lajang. Paling tidak, mampu memberikan gambaran bahwa  rumah tangga bukanlah suatu halangan untuk tetap eksis dalam dakwah. Juga ummahat yang kemudian sibuk dengan anak-anaknya. Beliau- beliau yang aktif itu mampu memberikan energi bagi adik-adiknya.Mata rantai itu ternyata berlanjut, tidak terputus. Seorang ustadz atau ustadzah bertanggungjawab atas keteladanan terhadap mad’unya atau obyek da’wahnya.


Seorang ummahat bertanggungjawab keteladanan bagi junior-juniornya. Bagi yang sudah punya jundi banyak akan menjadi rujukan bagi ummahat yang masih barunikahnya. Bagi yang sudah terjun langsung ke dalam masyarakat tentu akan di lihat adik-adik yang masih di lingkungan ideal (sekolah dan kampus ) sebagai rujukan. Rantai keteladanan itu bersambung secara alami. Maka kewajiban memaksa setiap diri untuk istiqomah dengan nilai-nilai yang telah di peroleh dari tarbiyah adalah sebuah keniscayaan. Bahkan bagi seseorang yang berada di level bawah macam kita-kita ini..kewajiban menjadikan diri sosok model itu adalah kewajiban. Setiap muslim/muslimah harus memaksakan dirinya untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah sosok yang bisa dilihat. Ini lho…orang yang telah tertarbiyah itu. Begini lho akhlaknya orang yang telah mengenal Islam secara lebih mendalam. Dan yang paling pasti…begini lho orang islam itu. Dengan kesadaran diri bahwa kewajiban menjadikan diri sebagai sosok teladan..di harapkan kefuturan karena faktor figuritas yang terjadi di manapun akan banyak terkurangi. Tidak ada lagi uangkapan keheranan sekaligus kekecewaan bahwa ternyata teori yang ada tenyata tidak mampu membentuk pribadi yang nyata.

Kita semua menyadari bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Disetiap sisi kehidupan manusia, Islam telah menetapkan aturannya. Yang menjadi PR kita sekarang adalah seperti apa sih manusia Muslim itu? Sedih kan ketika kita membaca berita-berita kriminal media kita… Yang sering di capteroris..dia muslim. Pembunuh, perampok, pemerkosa, pencuri dll…ketikaditanyakan agamannya..ternyata Islam. Bahkan ketika terorisme merebak…seakan lebel teroris itu melekat di jidat orang Islam.Maka tak bisa dipungkiri…bahwa keistiqomahan kita dengan nilai-nilai islam yang telah kita perolah bukan hanya masalah diri pribadi kita semata. Yang berujung pada masuk surga atau neraka, tetapi berpengaruh pada pribadi di luar kita, tentu sesuai dengan kapasitas kita sebagai apa. Dan lebih celaka lagi..kalau kemudian keteladanan itu membawa imbas akan nama Islam itu sendiri, agama yang kita yakini kesempurnaannya. Beragama Islam…tapi kok…bukan lagi…Pakai jilbab/jenggotan tapi kok… Dah ngaji…tapi kok…Nah lho…Wallahualam bishowab!

Inspirasi: Tauziyah seorang akhwat dan refleksi Pertemuan Kewanitaan @ Musyawarah Kerja Wilayah PKS Kalimantan Timur, Samarinda 20-22 Mei 2011

CINTA DATANG TAK DIJEMPUT,PULANG ENTAH KAPAN



Ya…demikianlah cinta. Banyak yang bilang ia datang secara misterius. Kita tidak tahu kapan awalnya, tapi tiba-tiba saja kita sudah terlanjur cinta…Benarkah cinta se-misterius itu??

Pernah seorang wanita mendatangi  sekumpulan akhawat sedang berkumpul di koridor kampus dan bertanya, “Apakah kalian tidak pernah merasakan jatuh cinta? Merasakan simpati terhadap lawan jenis dan merasakan patah hati?? Gimana kalian bisa setenang ini seperti tiada beban??”  Pertanyaaan yang membuat para akhawat tersebut terdiam sejenak dan memikirkan jawaban sebijaksana mungkin. Salah seorang akhawat menjawab, “ kami sama dengan wanita pada umumnya, yang fitrohnya memiliki rasa cinta dan cenderung didominasi perasaan. Tiap hari, tiap detik hati kami dipenuhi cinta. Cinta pada Allah, Rasul,orang tua dan orang-orang sekitar kami. Namun terhadap lawan jenis, kami menjaga hati hingga kelak tiba waktu kami bisa mencintai seorang lelaki yang berhak untuk kami. Pernah jatuh cinta atau kagum? Tentu saja! Namun kami segera mengatur hati dan menundukkan pandangan kami. Meminta kekuatan pada Allah agar bisa mengendalikan diri agar hati kami tidak ditaklukkan oleh nafsu.Semua akan mudah dijalani, jika kita benar-benar memahami makna syahadah kita selama ini. Allah sebagai ilah, Yang Maha Mengetahui, tidak akan pernah salah menuliskan segala sesuatu termasuk dalam hal jodoh”

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa yang diingini, yaitu, wanita2,anak2, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Ali Imran;14)

Cinta  merupakan karunia yang diberikan oleh Allah SWT tuk semua makhluk. Ia ada dimana-mana. Seseorang bisa dimuliakan dengan Cinta namun bisa dihinakan serendah-rendahnya juga karena cinta. Para pelakunya tidak hanya pasangan manusia yang terbiasa pakai you can see dan jeans ketat. Bukan pula mereka yang belum kenal Islam. Namun, ditengah mereka, terselip manusia yang berbusana muslimah dan pada aktivis da’wah. Tidaklah mengherankan jika ada yang dulunya aktif da’wah, sekarang aktif pacaran. Demikian sebaliknya. Kalo sudah seperti ini, gemes sekali melihatnya. Ingin segera saja mengingatkan dengan keras, ‘Ukhti, Akhi, apa-apaan antum seperti ini!!! Astagfirullah…

Allah swt telah memberikan rambu yang jelas terkait pergaulan terhadap lawan jenis. Namun, MANUSIA SELALU MENGEMAS DAN MEREKAYASA agar terlihat seolah tidak melakukan zina atau mendekati zina (read; Pacaran). Mulai dari Sms da’wah, belajar bersama, diskusi, berkoordinasi sampai rapat. Dan pada akhirnya memiliki hubungan “rapat” beneran.
“ Assalamu’alaykum..dengan ukhty……?”.
“wa’alaykumussalam, ya saya sendiri. Ada apa akh?ada yang bisa dibantu?”
“Soal hasil rapat kemarin, ada beberapa hal yang mesti dibicarakan lagi. Bisa kordinasi ukhty?”
“oh ya?”
“iya, jadi begini, blabalabla….”
“ya, ya blablabla….
“anty sendiri apa kabar?
“alhamdulilah, baik…klo antum?”
“ Alhamdulilah baik juga. Uda dengar berita ini, uda baca itu, udah ini.blabalabla…”
‘oh iya..blablabla….”
“wah, ternyata senang sekali diskusi dengan anty..blablabla…”
“saya juga, blablablablablablablablablablablablablablablablablablabla….” (Huf..ampe keriting nulis SMS nya  -_-!)

Demikianlah dahsyatnya cinta! “Bila cinta itu telah datang… adakah seorang yang bisa sembunyi dari pesona yang dibawanya…” Begitulah syair seorang pujangga.
Jika sudah terserang virus cinta ini ke hati, bersiaplah untuk menginstall hati dari virus tersebut!!!
PILIH SALAH SATU! NIKAH ATAU BANYAK PUASA.
Pesan Rasulullah saw: “wahai generasi muda, barang siapa diatanra kalian telah mampu, maka menikahlah! Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan.  Dan barangsiapa diantara kalian belum mampu, maka hendaklah berpuasa, kerena puasa dapat menjadi penghalang untuk melawan gejolak nafsu.” (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah dan Tirmidzi)

YAKINLAH ALLAH TELAH MENETAPKAN JODOH TUK KITA
Ingatlah, “ wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik…(QS. AN-NUUR; 26).

Kalau mau dapat jodoh yang terbaik, dari sekarang kita harus memperbaiki diri terlebih dulu.

BERDOA KEPADA ALLAH
Terakhir, perbanyaklah berdoa terutama saat puasa, “ Ya Allah, aku berlindung dari ilmu yang tak berguna, dari hati yang tidak pernah tenang, dari doa yang tidak pernah didengar dan dari nafsu yang tak pernah kenyang” (HR. An-Nasa’i)
Insya Allah, Dia tahu yang terbaik dalam menjawab doamu…


Allahu’alam bi showab
Samarinda, 2010
Referensi: berbagai sumber dan fenomena di sekitar


Aufa, Sungguh Beruntungnya Dirimu…(Kisah Kamar Bedah No.7)


Dia seperti Rimbun pohon kebijaksanaan,
Yang selalu naungi dunia kecil milikku
Sebarkan wangi kedamaian
tak henti memberiku semangat menapaki hidup
Dia, menjelma telaga teduh sepanjang waktu,
Tempatku bertambat, bermain dan bermimpi
Riak airnya membiakkan banyak kebahagiaan
Menemani segala bentuk hari yang ku lalui

Aku tak pernah mendapatinya kering,
Meski musim tidak terhitung berganti
Aku tak pernah melihatnya tumbang
Walau gelombang yang mendera bertubi-tubi

Dia tetap tersenyum menjumpaiku
Dia tetap membagi aku dengan kecupan sayang
Bunda, aku menyebutmu demikian
(anonym)

***

Inspirasi:
Disuatu pagi , di Salah  Satu Kamar Bedah Sebuah Rumah sakit
Hari ini Allah swt kembali menunjukkan padaku tentang cinta sejati saat mendampingi seorang ibu menjalani operasi Caesar atas indikasi G1 primi tua (hamil pertama usia tua). “Apa anak saya baik-baik saja dokter?’ Itulah pertanyaan yang pertama kali ditanyakan sesaat tangisan bayinya terdengar. “Tenanglah ibu, bayi ibu sehat dan gagah sekali seperti ayahnya. Baru saja suami ibu membacakan azan di telinganya.” Jawabku sambil tersenyum.
Ku bisikkan pada bayi mungil tersebut, “Aufa Muhammad Irfan, jadilah anak kebanggaan agama dan orang tuamu. Kamu beruntung sekali mendapatkan ibu sekuat ibumu.”

Pilihan Hati

Berkenankah engkau menjadi pendamping hidupku? Menempati ruang hati yang ku sediakan selama ini untuk wanita istimewa yang ku nanti kehadirannya? Berkenankah engkau menjadi Aisyah-ku?...seperti kehadiran Aisyah r.a dalam kehidupan Rasulullah saw? Berkenankah engkau…menjadi istriku???”

Ku hanya terdiam. Lidah ini kelu untuk menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan kepadaku. Tak terasa air mataku mengalir menemani kebisuanku dalam pandangan tertunduk. Tak berani ku menatap sosok yang berada di depanku saat ini. Ku ibarat pesakitan yang menunggu vonis yang dijatuhkan kepadaku. Namun bedanya, ku juga yang memainkan peran hakim dimana keputusan vonis tersebut diserahkan padaku.

“Nak …gimana? Semua keputusan ada di tanganmu. Sampaikanlah jawaban dari istikharah mu selama ini. Jawablah dengan penuh kejujuran, jawaban dari hatimu yang paling dalam.” Suara Ustadzah Mala yang lembut memecahkan kesunyian yang ada. Walau kutahu tidak demikian pada dua anak manusia yang sedang menjadi aktor utama pada saat ini. Ada gemuruh yang bergejolak di hatiku. Dan ku yakin itu juga dirasakan oleh akh Fazli, pangeran yang menawarkan kesucian cinta dengan tulus itu kepadaku beberapa waktu lalu.

Fazli. Seorang laki-laki sholeh, lulusan fakultas kedokteran di sebuah perguruan tinggi di Jogja. Orang yang baik tutur katanya, memiliki prinsip yang kuat, sangat bijaksana dan sangat menghormati kaum wanita. Tiap kali beliau mengisi kajian, tidak jarang ku mendengar sanjungan yang luar biasa atas keluasan wawasan, kematangan berpikirnya serta gaya bicara yang tertata rapi menjadi satu pada dirinya. Tidak hanya para muslimah saja yang menaruh simpati padanya namun juga dari kaum pria. Selama ini ku baru dua kali menyaksikan kehebatan beliau ketika berbicara di depan panggung. Pertama saat ku baru menginjakkan kaki sebagai maba di Kedokteran ini dan kedua saat ku sedang memantapkan hati setelah beliau mengkhitbahku lewat ustadz Furqon, paman beliau. Sejak lulus kuliah, beliau bekerja di Rumah Sakit Umum di Kota ini, meninggalkan orangtua dan 2 saudaranya di Jogja atas permintaan pamannya. Ustadz Furqon dan istri sudah menganggapnya sebagai anak sendiri setelah 12 tahun lalu anak semata wayang mereka meninggal dunia saat kecelakaan lalu lintas.

Ustadz Furqon sendiri adalah ustadz yang sangat karismatik dan terkenal tawadhu seantero kalimantan. Pengalaman beliau di da’wah ini tidak perlu diragukan lagi. Hal ini sejalan dengan pengetahuannya sebagai alumni lulusan Universitas Islam di Madinah. Sedangkan Ummu Vitha, istri sekaligus bibi Fazli juga wanita yang sangat sholehah. Muslimah sejati yang selalu mendukung perjuangan suaminya dalam melalui lika-liku da’wah ini. Tak jarang Ustadz Furqon dalam beberapa kesempatan di kajian yang beliau isi, beliau menitikkan air mata ketika membicarakan jasa istrinya selama ini. Beliau pernah mengatakan salah satu karunia yang diberikan Allah terbesar dalam hidup ini adalah diberikan istri setia dan sebaik Ummu Vitha. Ya..waktu itu ku ingat sekali semua jamaah terutama kaum ibu yang hadir merasa haru yang luar biasa membayangkan betapa sangat inginnya mereka seperti Ummu Vitha atau bahkan lebih baik lagi.

“Sebaik-baik isteri adalah ketika dipandang suami dapat memberikan ketentraman padanya” begitulah nasehat yang pernah di berikan Ummu Vitha kepadaku dalam sebuah kesempatan. Hatiku berembun mendengarkan tausiyah dari beliau. Apakah ku bisa seperti beliau yang begitu saat dikagumi oleh suaminya. Ya Allah, kuatkanlah hatiku…

“Ukhti, apa yang membuat anti ragu melangkah dan menerima lamaran ustadz Fazli. Beliau soleh, Bijaksana dan juga simpati kepada anty. Jujur, ku tidak menemukan cacat sedikitpun pada dirinya, Insya Allah. Ukhti, dekatkanlah diri kepada Allah, moga keraguan segera sirna hingga anti mantap melalui hidup bersamanya.” Kata-kata sahabat terbaikku, fitriana menjadikan airmataku yang daritadi kubendung, tumpah juga.

“Nak, salah satu kebahagiaan orang tua adalah ketika melihat anaknya menikah” Mutiara kata dari Ummi yang sangat ku sayangi .

Hingga tibalah hari ini ku harus menjawab. Ya Rabb mudahkan segala urusan hamba. Terimalah ia sebagai ibadah kepada-Mu. Dengan wajah yang tertunduk, ku mulai memberi jawaban “ Ku tau engkau adalah lelaki yang baik, tapi hingga detik ini ku tidak yakin apa ku bisa menjadi yang terbaik untukmu. Jika tidak keberatan, berikanlah alasan mengapa antum memiliki ku? Apa yang membuat antum yakin dengan pilihan antum?” Ku angkat wajahku. Tak kusangka akh Fazli sedang menyimak dengan baik apa yang kusampaikan dengan memandang ke arahku. mata kami bertemu. Ada getaran halus di jiwaku. Segera ku tundukkan kembali…dalam dan dalam sekali.

“Bismillah,baiklah ukhti, ana akan menjawab pertanyaanmu..ku memilihmu sebagai pilihan hatiku bukanlah dikarenakan kecantikanmu atau kekayaanmu..namun karena agamamu yang terpancar dari cahaya keimanan di wajahmu..yang terlihat dari akhlak mu yang merupakan kekayaanmu..dan terakhir karena Al-Qur’an yang ada dihatimu..tiada keraguan bagiku menetapkanmu sebagai pilihan hatiku…rembulan di langit malam hatiku..” Tidak pernah ku mendengar jawaban seindah itu. Sebuah pengakuan tulus dari seorang lelaki yang berhati suci.

“Insya ALLAH, ku menerima lamaranmu akhi.” Ucapku dengan penuh haru. Di iiringi dengan hamdalah dari akh Fazli dan semua orang yang hadir saat ini..

Ya Allah..
Seandainya telah Engkau catatkan dia akan menjadi teman menapaki hidup
Satukanlah hatinya dengan hatiku
Titipkanlah kebahagiaan diantara kami
Agar kemesraan itu abadi
Ya Allah..
Ya Tuhan ku yang maha mengasihi
Seiringkanlah kami melayari hidup ini Ke tepian yang sejahtera dan abadi..
Amin ya Robb…


NB: Setting tempat dan tokoh fiktif belaka. Petiklah Hikmah di dalamnya. Semoga bermanfaat.
Allahu’alam bi showab

Pernah Ada masa-masa (Bersama di Asy-syifaa)

Leadership Training Asy-Syifaa at Ponpes Rohmatullah Samarinda 2006

Pernah ada masa-masa dalam cinta kita
kita lekat bagai api dan kayu
bersama menyala, saling menghangatkan rasanya
hingga terlambat menginsyafi bahwa
tak tersisa dari diri-diri selain debu dan abu

Pernah ada waktu-waktu dalam ukhuwah kita
kita terlalu akrab bagai awan dan hujan
merasa menghias langit, menyuburkan bumi, dan melukis pelangi
namun tak sadar, hakikatnya kita saling meniadai

di satu titik lalu sejenak kita berhenti menyadari
mungin hati kita telah terkecualikan dari ikatan diatas iman
bahkan saling nasehat pun tak lain bagai dua lilin
saling mencahayai , tapi masing-masing habis dimakan api

kini saatnya kembali pada iman yang menerangi hati
pada amal salih yang menjulang bercabang-cabang
pada akhlak yang manis, lembut dan wangi
hingga ukhuwah kita menggabungkan huruf-huruf menjadi kata
yang dengannya
kebenaran terbaca dan bercahaya


"kaifa haluq sawdariq???"^^
lama sekali kita tidak saling menyapa dalam kehangatan persaudaraan,,mungkikah kalian lupa padaku???aku rasa tidak, hanya saja kalian pasti sibuk, hingga sejenak kalian lupa ,,,saat ini aku mengetok hati kalian agar kalian ingat,menyapaku dalam kata dan doa...seperti dulu, seperti masa-masa itu
,,,UHIBBUKIFILLAH,

KETIKA BAYANGAN KAMPUNG AKHIRAT DI PELUPUK MATA


Seorang Raja mengumumkan sayembara: "Barangsiapa yang sanggup berendam di kolam kerajaan sepanjang malam akan dihadiahi pundi-pundi emas." Sayembara ini sepintas terlihat mudah, namun berendam di kolam pada saat musim dingin tentu bukan perkara mudah. Walhasil, tak ada yang berani mencobanya. Seorang miksin dari pelosok pedesaan, karena tak tahan dengan tangisan kelaparan anaknya, memberanikan diri mengikuti sayembara itu. Pundi-pundi emas membayang di pelupuk matanya. Bayangan itulah yang mendorong dia akhirnya berangkat ke istana. Raja mempersilahkan dia masuk ke kolam istana. Sekejap saja orang miskin ini masuk ke dalamnya, ia langsung menggigil kedinginan. Giginya saling beradu, mukanya mendadak pucat dan tubuhnya perlahan meringkuk. Tiba-tiba ia melihat nyala api dari salah satu ruang istana. Segera saja ia bayangkan dirinya berada dekat perapian itu; ia bayangkan betapa nikmatnya duduk di ruangan itu. Mendadak rasa dingin di tubuhnya, menjadi hilang. Kekuatan imajinasi membuatnya mampu bertahan. Perlahan bayang-bayang pundi emas kembali melintas. Harapannya kembali tumbuh. 
Keesokan harinya, Raja dengan takjub mendapati si miskin masih berada di kolam istana. Si miskin telah memenangkan sayembara itu. Raja penasaran dan bertanya "rahasia" kekuatan si miskin. Dengan mantap si miskin bercerita bahwa ia mampu bertahan karena membayangkan nikmatnya berada di dekat perapian yang ia lihat di sebuah ruangan istana. 
Lama sudah waktu berjalan sejak saya baca kisah di atas sewaktu masih di Sekolah Dasar. Namun baru belakangan saya menyadari kiasan dari cerita itu. Imajinasi dan harapan akan kehidupan yang lebih baik telah menjadi semacam stimulus untuk kita bisa bertahan. Ketika krisis ekonomi menghadang negara kita, sekelompok orang menjadi panik tak karuan. Apa saja dilakukan mereka untuk mempertahankan kenikmatan hidup. Mulai dari menjadi spekulan mata uang, menimbun barang, menjilat penguasa dan meniupkan isu kemana-mana. Norma agama telah dilanggar untuk kepentingan duniawi belaka. Akan tetapi, selintir orang tetap tenang karena sudah lama badan mereka di "bumi" namun jiwa mereka di "langit". Kelompok terakhir ini membayangkan bagaimana nikmatnya hidup di "kampung akherat" nanti, sebagaimana yang telah dijanjikan Allah. "Pundi-pundi kasih sayang ilahi" membayang dipelupuk mata mereka. 
Bagaikan si miskin yang tubuhnya berada di dasar kolam, namun jiwanya berada di dekat perapian; bayangan "kampung akherat" membuat mereka tenang dan tidak mau melanggar norma agama. Bagaikan kisah si miskin di atas, boleh jadi Raja akan takjub mendapati mereka yang bisa bertahan di tengah krisis ini, tanpa harus menjilat kepada istana (apalagi bila jilatan itu dibumbui sejumput ayat dan hadis). 
Ada seorang muslim yang tengah berpuasa, rekannya yang tinggal satu kontrakan berulang kali mengetok pintu kamar hanya untuk memastikan apakah si muslim masih hidup atau tidak. Rekannya itu tak habis pikir bagaimana si muslim bisa bertahan hidup dan tetap beraktifitas tanpa makan-minum selama lebih dari 12 jam. Rindu "kampung akherat" menjadi jawabannya. 
Sama dengan herannya seorang sahabat ketika mendapati seorang muslimah di tengah musim panas tetap beraktifitas sambil memakai jilbab. Ketika ada yang bertanya, "apa tidak kepanasan?" Muslimah tersebut menjawab sambil tersenyum, "lebih panas mana dengan api neraka?" Kenikmatan "kampung akherat" rupanya jauh lebih menarik buat seorang muslim/muslimah.

Di Saat-Saat Akhir Perjalanan



Bismillahirrahmanirrahim….

Apa kabar saudaraku?
Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga menguatkan kita dalam keistiqomahan melewati detik-detik kehidupan ini. Beberapa saat lalu, ku menemukan beberapa hadist Rasulullah SAW yang begitu sangat indah jika direnungkan.

Pertama, Rasul saw bersabda: “Apabila Allah mengkehendaki kebaikan atas hamba-Nya, maka Dia akan memperkerjakannya? “Para sahabat bertanya, “Bagaimana Allah memperkerjakannya?” Beliau menjawab, “Allah memberinya taufiq untuk beramal shalih sebelum kematiannya. “ (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi, al-Hakim, dishahihkan oleh Al-Albani).

Kedua, hadistnya cukup panjang dimana diujung hadits itu disebutkan, “Demi Allah yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. Kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah (meninggal), lalu ia melakkan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara mereka yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. Kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah (meninggal) lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surge. (HR. Bukhari dan  Muslim).
 
Selanjutnya hadist ketiga, Rasul bersabda: “Sesungguhnya ada seorang yang melakukan amalan ahli surga, sebagaimana terlihat oleh manusia, tapi sebenarnya ia melakukan amalan ahli neraka. Dan sesungguhnya ada seseorang yang melakukan amalan ahli neraka, sebagaimana terlihat oleh manusia, tapi sebenarnya ia melakukan amalan ahli surga.” Dalam hadist riwayat Imam Al Bukhari tersebut, diakhiri dengan perkataan “sesungguhnya amal itu tergantung akhirnya. (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketika membaca hadist diatas, apakah bayangan yang muncul di benak kita?
Apakah kita termasuk golongan orang-orang yang sedang melakukan ketaatan di detik-detik terakhir kita hidup di dunia ini? Apakah kita termasuk orang-orang yang dikesankan kebaikannya oleh orang-orang yang masih hidup, ketika kita tiada? Marilah meraba ke dalam hati paling dalam, bagaimana saat-saat akhir dalam hidup kita nanti. Mari mengingat-ingat masa akhir dan bersiap-siap untuk akhirat. Tentang keadaan kita, ketika menanti masa perpisahan dengan seluruh manusia yang kita kenal dan semua isi dunia. Tentang bagaimana kita meninggalkan semuanya itu.

Dalam sebuah Majalah, seorang bernama Abu Ishak menuturkan pengalamannya penuh hikmah tentang akhir hidup seseorang. “Suatu ketika, aku didatangi dua orang pemuda yang taat beragama. Keduanya menceritakan padaku tentang kisah yang membuatku tercenung. Mereka mengatakan. “ketika kami lewat di sebuah Rumah Sakit di Mesir, tiba-tiba sebuah mobil datang da terhenti di depan rumah sakit. Dari dalam mobil itu, dikeluarkanlah seorang wanita tua yang dalam kondisi sakratul maut. Kami segera mendatangi wanita tu dan mengatakan, “Ibu, katakanlah “Laa Ilaaha Illallah..Muhammadur Rasulullah…” Perempuan itu segera mengangkat telunjuknya sambil mengatakan, “Laa Ilaaha Illallah..Muhammadur Rasulullah…”. Lalu hanya selang beberapa menit kemudian, wanita tua itu menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Tidak lama setelah itu, datanglah anak laki-lakinya yang begitu terpukul dengan wafatnya sang ibu. Ia pun menangis karena harus kehilangan ibu yang pasti ia cintai. Kami lalu mendekati laki-laki itu dengan mengatakan, “saya punya berita yang menggembirakan.” Laki-laki itu pun bertanya, “Berita apa?” Kami lalu menceritakan apa yang terjadi dan bagaimana sebelum akhir hayatnya, sang ibu sempat mengucapkan kalimat syahadat, sebagai tanda bahwa ia akan menjadi penghuni surga. Tapi anak laki-laki itu justru terkejut dan marah, “Celakalah Kalian. Kalian telah menjadikan ibuku kafir. Ibuku seorang Qibti yang beragama Nasrani. Kenapa dia meninggal dalam keadaan Islam?”

Hanya dalam hitungan menit bahkan detik, sebuah perjalanan hidup seseorang bisa berubah begitu drastis di akhir-akhir hidupnya. Hanya dalam waktu yang singkat, kehidupan seseorang berbilang tahun, bisa mengalami perbedaan yang bertolak belakang di akhir-akhir hidupnya.

Dalam kisah yang lain, menceritakan tentang seorang laki-laki yang dikenal banyak beribadah. Saat mengalami sakratul maut, keluarganya menangis mengelilinginya. Laki-laki itu mengatakan, “tolong, aku ingin duduk.” Setelah duduk, ia pun berkata ayahnya, “Pak, mengapa engkau menangis? “ Orang tuanya menjawab, “Anakku, aku membayangkan bila harus kehilanganmu. Membayangkan bagaimana aku akan kesepian setelah engkau pergi.“ Laki-laki itu lalu menoleh ke ibunya, “Bu, apa yang membuatmu menangis?” Sang ibu menjawab, “merasakan pedihnya harus berpisah denganmu..” laki-laki itu lalu beralih kepada istrinya dan bertanya hal yang sama. “Istriku, apa yang membuatmu menangis?” istrinya menjawab, “karena aku harus kehilangan kebaikanmu selama ini dan bagaimana aku bisa memenuhi kebutuhan kebaikan itu pada selain dirimu.” Ia lalu menoleh kepada anak-anaknya dan bertanya, “ Anak-anakku apa yang membuat kalian menangis?” anak-anaknya menjawab, “karena kedukaan dan kehinaan anak yatim bila ayah meninggal.“ setelah mendengar semau jawaban pertanyaannya, laki-laki itupun menangis. Keluarga yang mengelilinginya heran dan bertanya, “mengapa engkau kini menangis?” Ia lalu menjawab, “Aku menangis karena aku menyaksiikan masing-masing kalian menangisi dirinya sendiri dan bukan menangisi aku. Tidak ada diantara kalian yang menangisi bagaimana aku harus melewati perjalanana panjang setelah wafat. Tidak ada di antara kalian yang menangisi aku karena bekal yang aku persiapkan sangat sedikit. Tidak ada diantara kalian yang menangisiku karena aku harus ditimbun tanah. Tidak ada diantara kalian yang menangisiku terhadap balasan keburukan yang akan ku terima. Tidak ada diantara kalian yang menangisiku karena aku harus berdiri di hadapan Rabbku …” Setelah mengatakan itu semua ia lemas dan terjatuh. Keluarga yang mengelilinginya berusaha membangunkannya. Tapi ternyata Allah SWT telah memanggilnya.

Saudaraku, mari kita berdoa, “ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami.” (Qs. Ali Imran:8).

Allahu’alam bi showab
Moga bermanfaat.