Ku hanya terdiam. Lidah ini kelu untuk menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan kepadaku. Tak terasa air mataku mengalir menemani kebisuanku dalam pandangan tertunduk. Tak berani ku menatap sosok yang berada di depanku saat ini. Ku ibarat pesakitan yang menunggu vonis yang dijatuhkan kepadaku. Namun bedanya, ku juga yang memainkan peran hakim dimana keputusan vonis tersebut diserahkan padaku.
“Nak …gimana? Semua keputusan ada di tanganmu. Sampaikanlah jawaban dari istikharah mu selama ini. Jawablah dengan penuh kejujuran, jawaban dari hatimu yang paling dalam.” Suara Ustadzah Mala yang lembut memecahkan kesunyian yang ada. Walau kutahu tidak demikian pada dua anak manusia yang sedang menjadi aktor utama pada saat ini. Ada gemuruh yang bergejolak di hatiku. Dan ku yakin itu juga dirasakan oleh akh Fazli, pangeran yang menawarkan kesucian cinta dengan tulus itu kepadaku beberapa waktu lalu.
Fazli. Seorang laki-laki sholeh, lulusan fakultas kedokteran di sebuah perguruan tinggi di Jogja. Orang yang baik tutur katanya, memiliki prinsip yang kuat, sangat bijaksana dan sangat menghormati kaum wanita. Tiap kali beliau mengisi kajian, tidak jarang ku mendengar sanjungan yang luar biasa atas keluasan wawasan, kematangan berpikirnya serta gaya bicara yang tertata rapi menjadi satu pada dirinya. Tidak hanya para muslimah saja yang menaruh simpati padanya namun juga dari kaum pria. Selama ini ku baru dua kali menyaksikan kehebatan beliau ketika berbicara di depan panggung. Pertama saat ku baru menginjakkan kaki sebagai maba di Kedokteran ini dan kedua saat ku sedang memantapkan hati setelah beliau mengkhitbahku lewat ustadz Furqon, paman beliau. Sejak lulus kuliah, beliau bekerja di Rumah Sakit Umum di Kota ini, meninggalkan orangtua dan 2 saudaranya di Jogja atas permintaan pamannya. Ustadz Furqon dan istri sudah menganggapnya sebagai anak sendiri setelah 12 tahun lalu anak semata wayang mereka meninggal dunia saat kecelakaan lalu lintas.
Ustadz Furqon sendiri adalah ustadz yang sangat karismatik dan terkenal tawadhu seantero kalimantan. Pengalaman beliau di da’wah ini tidak perlu diragukan lagi. Hal ini sejalan dengan pengetahuannya sebagai alumni lulusan Universitas Islam di Madinah. Sedangkan Ummu Vitha, istri sekaligus bibi Fazli juga wanita yang sangat sholehah. Muslimah sejati yang selalu mendukung perjuangan suaminya dalam melalui lika-liku da’wah ini. Tak jarang Ustadz Furqon dalam beberapa kesempatan di kajian yang beliau isi, beliau menitikkan air mata ketika membicarakan jasa istrinya selama ini. Beliau pernah mengatakan salah satu karunia yang diberikan Allah terbesar dalam hidup ini adalah diberikan istri setia dan sebaik Ummu Vitha. Ya..waktu itu ku ingat sekali semua jamaah terutama kaum ibu yang hadir merasa haru yang luar biasa membayangkan betapa sangat inginnya mereka seperti Ummu Vitha atau bahkan lebih baik lagi.
“Sebaik-baik isteri adalah ketika dipandang suami dapat memberikan ketentraman padanya” begitulah nasehat yang pernah di berikan Ummu Vitha kepadaku dalam sebuah kesempatan. Hatiku berembun mendengarkan tausiyah dari beliau. Apakah ku bisa seperti beliau yang begitu saat dikagumi oleh suaminya. Ya Allah, kuatkanlah hatiku…
“Ukhti, apa yang membuat anti ragu melangkah dan menerima lamaran ustadz Fazli. Beliau soleh, Bijaksana dan juga simpati kepada anty. Jujur, ku tidak menemukan cacat sedikitpun pada dirinya, Insya Allah. Ukhti, dekatkanlah diri kepada Allah, moga keraguan segera sirna hingga anti mantap melalui hidup bersamanya.” Kata-kata sahabat terbaikku, fitriana menjadikan airmataku yang daritadi kubendung, tumpah juga.
“Nak, salah satu kebahagiaan orang tua adalah ketika melihat anaknya menikah” Mutiara kata dari Ummi yang sangat ku sayangi .
Hingga tibalah hari ini ku harus menjawab. Ya Rabb mudahkan segala urusan hamba. Terimalah ia sebagai ibadah kepada-Mu. Dengan wajah yang tertunduk, ku mulai memberi jawaban “ Ku tau engkau adalah lelaki yang baik, tapi hingga detik ini ku tidak yakin apa ku bisa menjadi yang terbaik untukmu. Jika tidak keberatan, berikanlah alasan mengapa antum memiliki ku? Apa yang membuat antum yakin dengan pilihan antum?” Ku angkat wajahku. Tak kusangka akh Fazli sedang menyimak dengan baik apa yang kusampaikan dengan memandang ke arahku. mata kami bertemu. Ada getaran halus di jiwaku. Segera ku tundukkan kembali…dalam dan dalam sekali.
“Bismillah,baiklah ukhti, ana akan menjawab pertanyaanmu..ku memilihmu sebagai pilihan hatiku bukanlah dikarenakan kecantikanmu atau kekayaanmu..namun karena agamamu yang terpancar dari cahaya keimanan di wajahmu..yang terlihat dari akhlak mu yang merupakan kekayaanmu..dan terakhir karena Al-Qur’an yang ada dihatimu..tiada keraguan bagiku menetapkanmu sebagai pilihan hatiku…rembulan di langit malam hatiku..” Tidak pernah ku mendengar jawaban seindah itu. Sebuah pengakuan tulus dari seorang lelaki yang berhati suci.
“Insya ALLAH, ku menerima lamaranmu akhi.” Ucapku dengan penuh haru. Di iiringi dengan hamdalah dari akh Fazli dan semua orang yang hadir saat ini..
Ya Allah..
Seandainya telah Engkau catatkan dia akan menjadi teman menapaki hidup
Satukanlah hatinya dengan hatiku
Titipkanlah kebahagiaan diantara kami
Agar kemesraan itu abadi
Ya Allah..
Ya Tuhan ku yang maha mengasihi
Seiringkanlah kami melayari hidup ini Ke tepian yang sejahtera dan abadi..
Amin ya Robb…
NB: Setting tempat dan tokoh fiktif belaka. Petiklah Hikmah di dalamnya. Semoga bermanfaat.
Allahu’alam bi showab
0 komentar:
Posting Komentar