Istiqomah di dunia koas, pasti bisa!!!

Seorang dosen bertanya di depan kelas, "Tuliskan apa yang takuti ketika Koas. Tuliskan sebanyak-banyaknya?" Saat itu ku menuliskan hal pertama yang paling kutakuti adalah ku takut tidak bisa membagi waktu sehingga kesibukan koas mbuatku tidak bisa hadir liqo pekanan. Selanjutnya yang paling kutakuti adalah ketika ku selalu ijin untuk tidak mengisi halaqoh dan bertemu dengan adik-adik binaan tiap pekan.


Dilain kesempatan, begitu banyak sekali orang-orang yang menginspirasi untuk menghilangkan ketakutan itu.
Kata orang bijak, "engkau akan menjadi seperti yang engkau pikirkan". sehingga saat itu ku hujamkan dalam hati, ku pasti bisa melewatinya dengan keistiqomahan. 

Kata Murobbi, "dibalik sebuah perjuangan akan selalu ada pengorbanan.  Bersungguhlah dalam pengorbanan itu. maka engkau akan mendapatkan hasil yang baik. Bertahanlah disaat sebagian besar lemah. Karena disaat itu, boleh jadi engkau terlihat sendiri, namun tidaklah demikian. Akan ada Allah swt senantiasa menghibur hatimu dan orang beriman yang selalu mendoakanmu baik dengan sepengetahuanmu maupun dalam diamnya.

Kata seorang akhwat, " Jadilah dokter muda muslimah yang luar biasa. yang tetap bisa produktif ketika koas". atau perkataan akhwat lainnya, " Ayo kita harus bisa menjaga istiqomah karena pada saat itulah tanpa kita sadari bisa jadi kita menjadi inspirasi bagi orang lain untuk menjaga keistiqomahannya."


Bismillah ku tuliskan ini bukan berarti saat ini ku lemah. sungguh tidak demikian. semua ini kulakukan tidak lain untuk menguatkan pijakanku sebelum ku memasuki dunia koas. sebuah kekuatan yang kuambil dari kekuatan kata bernama "istiqomah".








Bagi Yang Sedang Menanti!!!


 
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Wahai Jundi Allah yang bersemangat akan adanya kehidupan akhir maka tetaplah bersemangat karena memang hal itu akan terjadi dan janji Allah kan datang dengan pasti.Bersabarlah wahai orang yang mengharapkan pertemuan dengan Rabbnya, karena kesabaran itu adalah pemanis perjuangan. Ketika beban ini telah dikalungkan kepadamu maka yang ada adalah sikap optimisme dan semangat yang diiringi dengan kesabaran yang tak mengenal kata akhir.Ketika kehidupan memaksamu untuk berpikir keras bagaimana ini semua bisa terjadi,maka kamu akan melihat bahwa disana itu ada kekuasaan Allah yang bermain dengan cantik. Maka apalagi yang kamu khwatirkan? Bukankah segalanya telah ditakdirkan oleh Allah SWT?

Jodoh, Rejeki dan Ajal itu semua adalah hak preoregatif dari Allah SWt yang tak dapat diganggu gugat, siapa yang berani menggugatnya maka dia akan berhadapan dengan  penguasa alam semesta. Jodoh adalah sesuatu rahasia Allah yang luar biasa menarik untuk kita perhatikan. Lihatlah pasangan-pasangan hidup di dunia, kadang kita nggak menyangka kenapa bisa yah seorang yang kita kenal bisa dipasangkann dengan orang yang tak disangka-sangka.Lihatlah hikmah yang terkandung didalamnya. Mungkin saja Allah sedang berusaha  mengangkat martabat sepasang manusia dengan cita rasa yang saling melengkapi.

Mungkin yang satu baik hati sedangkan yang satu lagi adalah pekerja keras. Luar biasa pilihan Allah, adakah yang salah dengan pilihan Allah ? Asal kita bisa melihat hikmah yang terkandung didalamnya saja lah maka kita akan mampu untuk berpikir positif  kepada Rabb kita. Lalu bagaimana dengan kamu, yang belum ’ketahuan’ juga siapa pasangan kamu sebenarnya ? Tenang aja karena lihatlah disekitarmu ada banyak ratusan hingga ribuan wanita yang siap dilamar oleh Laki-laki yang berani secara gentle menemui kedua orang
tuanya untuk lantas kemudian menikahinya. Adakah yang salah dari proses tadi yah pasti ada, tetapi yang salah adalah cara bagaimana orang itu mendapatkan apa yang diidamkannya selama ini. Mungkin saja ia sedang menanti seorang pedamping, tetapi yang ada adalah dia melakukan kesalahan yang begitu fatal akibatnya, dia seolah seperti benteng yang mengamuk yang grabak-grubuk asal sreduk sana sini tanpa adanya pertimbangan yang matang, ada juga yang ingin menyalahi takdir dengan melakukan pertimbangan yang terlalu matang sehingga seolah-olah mencari wanita yang sangat ideal tetapi yang ada dia sendiri tidak mengidealkan dirinya sendiri.
Aku bukanlah orang yang grabak-grubuk seakan kehabisan stok, atau malah menganggap diri kita harus mendapatkan pasangan layaknya bidadari yang sempurna karena kita bukanlah lelaki surgawi yang pantas mendapatkannnya. Percayakanlah semuanya kepada Allah SWT semata, karena hanya Dialah yang mengetahui apa yang terbaik untuk kita. Yang harus kita lakukan untuk kita adalah meyakinkan diri kita sendiri bahwa kita akan siap bila waktunya nanti tiba. Jika tiba waktunya nanti tiba, maka tak ada seorang yang dapat menyangka apa yang akan terjadi bahwa ini semua telah terjadi begitu saja dengan Izin Allah lah yang telah mempasang-pasangkan setiap manusia yang diciptakan oleh Allah SWT.  Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang menyerahkan segalanya kepada Allah SWT. Karena hanya Dia lah yang bisa kita harapkan adanya kebaikan yang diberikan kepada diri kita sendiri.
Wassalamu’alaikum Warrahamatullahi Wabarakatuh

dari Sahabat (Embun Bening di Jalan Da'wah)

Pelangi Di Rumahku!!!



Pelangi dirumahku terbentuk karena pertemuan antara kehangatan ayahanda selayaknya matahari yang senantiasa memberikan kehangatan di rumah serta kesejukan ibunda selayaknya air yang mampu memenuhi setiap sudut hati dirumahku. Sedangkan aku dan enam saudaraku dengan keunikan dan kekhasan masing-masing selayaknya tujuh warna pelangi yang tersusun begitu sangat indah.

Kehangatan cinta ayahanda layaknya matahari.
Ayahanda yang tidak pernah lelah menjadi imam dalam keluarga seperti matahari yang tidak pernah lelah menyinari dunia bahkan disaat datangnya malam sekalipun, ia tidak pernah berhenti menyinari bumi disisi yang lain. Ayahanda yang selalu memberikan cintanya sepanjang masa seperti matahari selalu memberikan energi yang menghidupkan bumi, menyinari tiada henti. Ayahanda yang senantiasa membawa keceriaan dan kehangatan dirumah seperti hadirnya matahari setelah perginya mendung dan turunnya hujan.

Kesejukan kasih ibunda layaknya tetesan air.
Ibunda yang senantiasa sabar, ulet dan tekun dalam mendidik anak-anaknya seperti air yg sabar dan ulet mencari ruang di celah-celah batu dan mengalir ke anak sungai menuju muara.  Ibunda yang nasihatnya selalu memberikan kedamaian dihati seperti air tenang dilautan yang senantiasa menghembuskan angin kedamaian. Ibunda dengan kelembutannya mampu meluluhkan hati siapa saja seperti air yang mampu mengikis batu karang yang keras. 


 
Kebersamaan ku dan enam saudaraku layaknya tujuh warna pelangi.
Ku mungkin biru, saudara pertamaku hijau, selanjutnya Ungu begitu seterusnya. Setiap kami memiliki karakter tersendiri yang memancarkan keindahannya masing-masing. Namun keindahan itu menjadi semakin indah ketika menyatu, saling melengkapi satu dengan lainnya dalam keindahan warna bernama pelangi.


Baiti Jannati

KINI IA TELAH PERGI


Ketika Matahari menampakkan diri di pagi hari, dan terus menerpakan sinarnya ke setiap sudut alam hingga puncaknya pada tengah hari. Menjelang senja, ia pun mulai bersiap-siap meninggalkan singgasananya untuk bertukar peran dengan rembulan yang akan bercahaya menerangi malam hingga fajar…

Bunga-bunga yang hari ini terlihat indah merekah, satu dua hari kemudian akan layu dan memudar warnanya, bisa karena hempasan angin, sengatan matahari atau terusik unggas. Dedaunan akan tetap berwarna hijau bila ianya tetap menyatu dengan tangkainya, tatkala ia luruh dan jatuh ke tanah, mengeringlah ia…

Embun pagi yang bening di ujung daun, dalam beberapa detik takkan lagi terlihat. Setelah jatuh, habislah ia. Tinggal menunggu esok pagi kan datang tuk bisa menikmati kembali beningnya…

Bayi mungil, lucu dan menyenangkan saat lahir, beranjak dewasa, kemudian tua dan akhirnya mati. Kemudian, generasi berikutnya hadir, hingga diakhiri lagi dengan kematian...

Itulah hidup.
Seperti matahari yang tak pernah selamanya bersinar, seperti daun yang mengering saat tanggal dari tangkainya, seperti embun yang meski sedemikian indah, hanya sekian detik saja umurnya. Seperti hujan yang mungkin setiap hari turun tak pernah berhenti, tak pernah setiap yang diciptakan Tuhan di alam ini, berkuasa untuk tetap memiliki kejadiannya seutuhnya. Karena mereka hanya makhluk, yang semuanya terus berubah dan berujung pada akhir. Tak seperti Pencipta semua makhluk itu sendiri, karena Ianya tak berawal, maka tak ada akhirnya pada-Nya. Sedangkan kita, atau makhluk lainnya, memiliki awal, dan sudah pasti tertulis sudah akhirnya. Kita hanya tinggal menunggu waktu kematian itu akan menyapa kita.

Diriwayatkan dari sahabat Hudzaifah r.a. bahwa ketika kematian menjemputnya, ia berkata, "Kekasih datang dalam keadaan miskin. Tiadalah beruntung siapa yang menyesali kedatangannya. Ya ALLOH, jika Engkau tahu bahwa kefakiran lebih aku sukai daripada kaya, sakit lebih aku sukai daripada sehat, dan kematian lebih aku sukai daripada kehidupan, maka mudahkanlah bagiku kematian sehingga aku menemui-Mu."

Wahai sahabat, marilah kita banyak mengingat kematian.Karena dengannya akan menstimulasi diri kita untuk melakukan segala sesuatu yang bermanfaat. Karena dengannya akan menginhibitor diri kita berbuat dosa dan maksiat. Karena dengannya kita berharap ketika malaikat Izrail datang menjemput saat itu, alhamdulillah kita sedang dalam kondisi ingat kepada ALLOH. Inilah khusnul khatimah.

** Tuk saudariku tercinta. Sungguh kepergianmu telah menggoreskan pilu yang dalam dihati ini akan kehilanganmu yang begitu sangat cepat. Semoga adinda menemukan kebahagiaan disana karena telah menemui Kekasih yang dirindui. Allah Azza Wa Jalla. Selamat jalan adinda. Tenanglah engkau di peristirahatanmu, Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya untuk mempertemukan kita di Jannah-Nya kelak. Allahu Amin,

Puasa Arafah dan Idul Adha, Ikut Pemerintah atau Arab Saudi?

Tahun ini, pemerintah Indonesia secara resmi menetapkan bahwa hari raya Idul Adha 10 Dzulhijjah 1431 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 17 November 2010 Masehi, berbeda dengan pemerintah Arab Saudi yang menetapkan bahwa hari raya yang juga disebut hari haji akbar itu jatuh pada sehari sebelumnya, bertepatan 16 November 2010. Ini berarti bahwa jama’ah haji melakukan wukuf di Arafah pada tanggal 15 November 2010.
Dari sinilah kemudian muncul pertanyaan, kapan kita yang berada di Indonesia ini berpuasa Arafah dan berhari raya kurban? Apakah tetap mengikuti pemerintah kita atau mengikuti Arab Saudi? Dan apakah memungkinkan kalau puasa Arafahnya mengikuti waktu wukufnya jama’ah haji, sementara idul adhanya mengikuti pemerintah?
Kami akan menyebutkan dua pendapat yang pernah dijelaskan oleh para ulama, yaitu:
Pendapat pertama: puasa Arafah dan idul adha tetap mengikuti pemerintah walaupun berbeda dengan negara Arab Saudi
Ini adalah pendapat yang disebutkan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah. Beliau pernah ditanya oleh para pekerja yang bertugas di kedutaan Arab Saudi  (di negara lain), ketika mereka menghadapi masalah terkait dengan puasa Ramadhan dan puasa Arafah. Mereka tepecah menjadi tiga kelompok:
Kelompok pertama mengatakan: “Kami akan berpuasa dan berbuka mengikuti kerajaan Arab Saudi”.
Kelompok kedua mengatakan: “Kami berbuka dan berpuasa mengikuti negara yang kami bertugas di sana.”
Dan kelompok ketiga mengatakan: “Kami akan berpuasa Ramadhan sesuai dengan negara tempat kami bertugas, namun untuk puasa Arafah, kami mengikuti kerajaan Arab Saudi.”
Maka beliau menjawab:
Para ulama rahimahumullah berbeda pendapat, apakah jika hilal telah tampak di suatu negeri,
- Kemudian mengharuskan kaum muslimin di seluruh negeri untuk mengikuti negeri tersebut,
- ataukah kewajiban itu hanya bagi yang melihat hilal saja dan juga bagi negeri yang satu mathla’ dengannya,
- atau kewajiban itu juga berlaku bagi yang melihat hilal dan siapa saja yang berada di pemerintahan (negara) yang sama.
Dalam permasalahan ini terdapat beberapa pendapat,
Yang rajih (kuat) adalah bahwasannya permasalahan ini dikembalikan kepada ahlul ma’rifah. Jika dua negeri berada dalam satu mathla’ yang sama, maka keduanya terhitung seperti satu negeri, sehingga jika di salah satu negeri tersebut sudah terlihat hilal, maka hukum ini juga berlaku bagi negeri yang satunya tadi.
Adapun jika dua negeri tadi tidak berada pada satu mathla’, maka setiap negeri memiliki hukum tersendiri. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu ta’ala. Dan inilah yang sesuai dengan zhahir Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta qiyas.
Dalil dari Al-Qur’an:
فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” [Al-Baqarah: 185]
Dipahami dari ayat ini adalah barangsiapa yang tidak melihat maka tidak diwajibkan baginya berpuasa.
Adapun dalil dari As-Sunnah adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
إذا رأيتموه فصوموا ، وإذا رأيتموه فأفطروا
“Apabila kalian melihat hilal (Ramadhan), maka berpuasalah, dan apabila melihat hilal (syawwal), maka berbukalah (beridul fithrilah.”
Dipahami dari hadits ini adalah jika kita tidak melihat hilal, maka tidak wajib berpuasa ataupun berbuka (beridul fithri).
Adapun dalil qiyas adalah:
Karena waktu mulainya berpuasa dan berbuka itu hanya berlaku untuk negeri itu sendiri dan negeri lain yang waktu terbit dan tenggelamnya matahari adalah sama. Ini adalah hal yang telah disepakati, sehingga anda saksikan bahwa kaum muslimin di Asia sebelah timur mulai berpuasa sebelum kaum muslimin yang berada di sebelah baratnya, demikian pula dengan waktu berbukanya. Hal ini terjadi karena fajar di belahan bumi timur terbit lebih dahulu daripada di belahan barat, begitu juga dengan tenggelamnya matahari. Jika perbedaan seperti ini bisa terjadi pada waktu mulainya berpuasa dan berbuka yang itu terjadi setiap hari, maka demikian juga hal itu bisa terjadi pada waktu mulainya berpuasa di awal bulan dan waktu mulainya berhari raya. Tidak ada bedanya antara keduanya.
Namun jika ada dua negeri yang berada dalam satu pemerintahan, dan pemerintah negeri tersebut telah memerintahkan untuk berpuasa atau berbuka (berhari raya), maka wajib mengikuti perintah (keputusan) pemerintah tersebut. Masalah seperti ini adalah masalah khilafiyah, sehingga keputusan pemerintahlah yang akan menyelesaikan perselisihan yang ada.
Berdasarkan ini semua, hendaklah kalian berpuasa dan berbuka (berhari raya) sebagaimana puasa dan berbuka (berhari raya) yang dilakukan di negeri kalian berada (yaitu mengikuti keputusan pemerintah). Sama saja apakah keputusan ini sesuai dengan negeri asal kalian atau berbeda. Begitu juga dengan hari (puasa) Arafah, hendaklah kalian mengikuti negeri yang kalian berada di sana.
Pada kesempatan yang lain, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu ta’ala juga ditanya:
“Jika terdapat perbedaan tentang penetapan hari Arafah dari negeri-negeri yang berbeda disebabkan perbedaan mathla’, apakah kami berpuasa mengikuti ru’yah negeri yang kami berada padanya, ataukah mengikuti ru’yah Haramain (Arab Saudi)?”
Beliau menjawab:
“Permasalahan ini dibangun (muncul) dari perbedaan pendapat di kalangan ulama, apakah munculnya hilal (di suatu daerah) itu berlaku untuk seluruh dunia, ataukah berbeda-beda tergantung perbedaan mathla’nya.
Pendapat yang benar adalah berbeda-beda sesuai dengan perbedaan mathla’nya. Misalnya di Makkah terlihat hilal tanggal 9 Dzulhijjah, namun di negari lain, hilal tersebut sudah terlihat sehari sebelumnya, sehingga hari Arafah (di Makkah) menurut negeri itu adalah sudah memasuki tanggal 10 Dzulhijjah. Maka tidak boleh bagi penduduk negeri tersebut untuk berpuasa pada hari itu, karena hari itu adalah hari ‘Idul Adha.
Demikian juga jika munculnya hilal Dzulhijjah di negeri itu sehari setelah ru’yatul hilal di Makkah, maka tanggal 9 Dzulhijjah di Makkah itu adalah bertepatan dengan tanggal 8 Dzulhijjah di negeri tersebut. Sehingga penduduk negeri tersebut berpuasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah menurut mereka, yang bertepatan dengan tanggal 10 Dzulhijjah di Mekkah.
Inilah pendapat yang kuat dalam permasalahan ini, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إذا رأيتموه فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا
“Jika kalian melihat hilal (Ramadhan) hendaklah kalian berpuasa, dan jika kalian melihat hilal (Syawwal) hendaknya kalian berbuka (berhari raya).”
Penduduk di daerah yang tidak tampak oleh mereka hilal, maka mereka bukan termasuk orang yang melihatnya.
Sebagaimana manusia bersepakat bahwa terbitnya fajar dan tenggelamnya matahari itu sesuai (mengikuti) daerahnya masing-masing yang berbeda-beda, maka demikian juga penetapan (awal) bulan itu, sebagaimana penetapan waktu harian (mengikuti daerahnya masing-masing).”
Pendapat kedua: puasa Arafah mengikuti Arab Saudi, namun idul adha mengikuti pemerintah
Ini sebagaimana yang disebutkan oleh Asy-Syaikh ‘Utsman bin ‘Abdillah As-Salimi hafizhahullah, salah seorang ulama besar di Yaman, dan termasuk murid senior Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimauhllah. Dalam salah satu pelajaran yang disampaikan ba’da zhuhur tanggal 3 Dzulhijjah yang lalu, beliau ditanya:
Apakah kita beridul Adha (yakni mulai menyembelih hewan kurban) dengan mengikuti Arab Saudi, sementara kami di Maroko, meskipun hal ini menyelisihi dan mendahului waliyul amr (pemerintah), dan hal ini juga bisa menimbulkan fitnah sebagaimana yang anda ketahui?
Maka beliau menjawab:
Idul Adha wajib atas seluruh kaum muslimin untuk mengikuti negeri Al-Haramain (Arab Saudi), karena pelaksanaan ibadah haji berada di sana, sehingga yang dijadikan patokan adalah pelaksanaan ibadah haji dan hari Arafah (sesuai dengan yang di Arab Saudi), maka hendaknya kalian melaksanakan puasa hari Arafah ketika di negara Arab Saudi juga berpuasa, yaitu ketika para jama’ah haji melakukan wukuf di Arafah.
Adapun waliyul amr (pemerintah), baik di Maroko maupun negeri yang lain, tidak boleh bagi mereka untuk menyelisihi umat Islam (yang berpatokan pada pelaksanaan ibadah haji dan hari Arafah di Saudi tersebut).
Namun apabila kalian khawatir terjadinya fitnah, jika kalian sanggup, maka hendaknya kalian menyembelih hewan kurban pada hari nahr secara sembunyi-sembunyi. Kalau tidak mampu, maka pada hari keduanya tidak mengapa. Hari-hari penyembelihan itu banyak, yaitu hari nahr (10 Dzulhijjah), tanggal 11, tanggal 12, dan menurut pendapat yang benar adalah juga tanggal 13 sebagaimana yang dikatakan Asy-Syafi’i dan sekelompok ulama yang lain.
Sehingga kalian boleh memilih, tidak mengapa bagi kalian untuk mengakhirkan dan mengikuti negeri kalian dalam menyembelih hewan kurban jika khawatir timbul fitnah. Wabillahit taufiq.
Akan tetapi hendaknya kalian tetap merasa bahwa hari Id (yang benar) adalah bersama dengan negeri Saudi Arabia. Semoga Allah memberikan taufik kepada kalian.
Adapun untuk shalat id, maka dilakukan pada hari kedua (dari hari nahr, yaitu tanggal 11 Dzulhijjah) selama di negeri tersebut semuanya melaksanakan id bersama dengan pemerintah setempat, sehingga jika khawatir terjadi fitnah, maka boleh mengakhirkan shalat id pada hari kedua.
Kesimpulan
Kaum muslimin di Indonesia -sebagaimana yang telah diumumkan sendiri oleh pemerintah-, diberi keleluasaan untuk memilih waktu puasa Arafah dan hari Id-nya, silakan mengikuti pemerintah atau boleh juga mengikuti Arab Saudi. Dari keterangan para ulama di atas, maka Insya Allah tidak mengapa bagi setiap muslim di negeri ini untuk menentukan waktu puasa dan hari rayanya sesuai dengan pendapat yang menurut dia lebih tepat (tentunya dalam memilih pendapatnya itu harus dengan didasari oleh ilmu, tanpa ada sikap taqlid, apalagi memilih pendapat yang sesuai dengan hawa nafsu diri dan kelompoknya), karena masing-masing pendapat tersebut berdasarkan ijtihad para ulama yang bersumber dari dalil-dalil yang syar’i.
Bagi yang mengikuti pendapat pertama, maka dia memiliki dasar:
  • Bahwa dari keterangan Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin tadi, dalam menentukan waktu masuknya bulan Dzulhijjah, insya Allah Pemerintah Indonesia sudah menempuh upaya-upaya yang sesuai dengan syar’i, yaitu ru’yatul hilal[1], yang kenyataannya pada 29 Dzulqa’dah petang, hilal bulan Dzulhijjah belum nampak, sehingga dilakukan ikmal (menyempurnakan/menggenapkan bulan Dzulqa’dah menjadi 30 hari). Ini semua adalah upaya yang sudah sesuai dengan bimbingan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.[2]
  • Dengan mengikuti pemerintah, syi’ar kebersamaan umat Islam di negeri ini akan lebih terjaga, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:
الصوم يوم تصومون ، و الفطر يوم تفطرون ، و الأضحى يوم تضحون
“Berpuasa (adalah dilakukan di) hari kalian semua berpuasa, beridul fithri (adalah dilakukan di) hari kalian beridul fithri, dan beridul adha (adalah dilakukan di) kalian beridul adha (melakukan penyembelihan).” [HR. At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albani rahimahullah]
Dan bagi yang mengikuti pendapat kedua, dia memiliki dasar:
  • Puasa Arafah disesuaikan waktunya dengan waktu wukufnya jama’ah haji di Arafah. Sesuai dengan namanya, bahwa puasa Arafah adalah puasa yang dilakukan ketika jama’ah haji melakukan wukuf di Arafah. Wallahu a’lam.
  • Pemerintah memberikan keleluasaan kepada masyarakat untuk memilih waktu puasa dan hari rayanya, sehingga kalau dia berpuasa dan berhari raya tidak bersamaan waktunya dengan pemerintah, ini bukan termasuk bentuk ketidaktaatan kepada waliyul amr.
  • Adapun untuk shalat id-nya, boleh bagi dia untuk melakukannya bersamaan dengan pemerintah karena biasanya mayoritas umat Islam di negeri ini mengikuti pemerintah, sehingga jika dikhawatirkan timbul fitnah, tidak mengapa untuk melakukan shalat id sesuai dengan pemerintah negeri ini, berbeda dengan puasa yang itu merupakan amalan yang tidak nampak.
Wallahu a’lam bish shawab.

[1] Walaupun pemerintah juga menggunakan metode hisab, namun metode ini tidak teranggap karena tidak sesuai dengan bimbingan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua dan kepada pemerintah negeri ini.
[2] Berbeda dengan yang dituduhkan oleh kelompok sempalan yang dalam pergerakannya banyak menyelisihi syari’at semisal Majelis Mujahidin (Indonesia) yang menyatakan bahwa penetapan awal Dzulhijjah oleh pemerintah RI adalah tidak sah sebagai pegangan Syar’i karena menyalahi penetapan wukuf Arafah. Demikian maklumat yang mereka keluarkan. Wallahu a’lam, sebagaimana yang biasa mereka lakukan, apakah keputusan ini lebih dominan didorong dari sikap kebencian mereka kepada pemerintah atau karena yang lain?

Ku Ingin Sepertimu

 
Bis merupakan salah satu transportasi yang disenangi masyarakat. Termasuk aku yang selalu menggunakan bis ketika pulang pergi Bontang-Samarinda.  Selain lebih aman, juga lebih irit.

Setiap libur, ku selalu menyempatkan diri untuk pulang ke rumah. Maklum, sejak kuliah, ku jarang sekali berkumpul bersama keluargaku. Ku ingat sebuah kejadian yang begitu sangat mengesankan dalam perjalanan pulang ke Bontang. Hari itu, kuliah benar-benar padat. Beberapa hari sebelumnya ku lembur menyelesaikan tugas makalah dan proposal kegiatan kajian kemuslimahan mushola  yang semuanya dikejar deadline. Setelah tiba dikontrakan, ku segera membersihkan diri dan bergegas menuju terminal bis di Lempake.
Ku benar-benar sangat lelah saat itu. Seharian hanya sepotong roti saja yang masuk ke perut. Siang itu ku tidak sempat makan siang karena harus mengejar-ngejar dosen untuk meminta tanda tangan di proposal. Setelah itu, dilanjutkan kuliah kembali hingga asar. Sebenarnya setelah asar ada syuro panitia kajian, tapi karena khawatir ketinggalan bis terakhir, ku meminta ijin untuk tidak ikut syuro.

Sesampainya di terminal, ternyata suasana terminal masih sangat ramai. Bis jurusan terakhir belum juga datang. Kurang lebih 45 menit dari jadwal tibanya, Begitu info yang kudengar dari petugas terminal waktu itu. Usai solat asar tadi, ku belum almatsurat. Ku memilih duduk di sebuah bangku berwarna hijau yang ada disisi kanan pintu masuk. Ada seorang wanita seusiaku juga sedang duduk waktu itu. Masya Allah, pakaiannya sungguh sangat minim dan tak pantas dikenakannya. JIka dia seorang muslimah, tentu fatimah Az zahro akan sedih melihatnya. Begitupun aku. Berapa banyak mata dan hati yang bermaksiat jika melihat pemandangan seperti ini. Hatiku beristigfar.

Ku segera duduk disamping wanita tersebut dengan tetap berusaha seramah mungkin. Walau bagaimanapun, dia tetap adalah saudaraku sesama wanita. Ku perkenalkan namaku. Begitupun sebaliknya. Ternyata dalam sekejap kami sudah begitu akrab. Kini ku tahu ternyata dia seorang muslimah sama seperti ku. Sesekali ia menanyakan tentang pengalaman kuliahku hingga keluargaku. Pembicaraan kami terputus ketika Fina, begitu nama sapaannya meminta izin untuk ke wc terlebih dulu. Ku keluarkan almatsuratku. Setelah ta’awudz, ayat demi ayat surat alfatihah ku baca. Hatiku dan kedua mataku mencoba untuk mentadabburi terjemahan ayat-ayat yang kubaca. Sesekali mataku tertuju ke bahasa arabnya sekedar mengecek tajwidnya. Meski bacaan almatsurat ini sudah sepenuhnya kuhapal, tapi ku lebih senang jika tetap membukanya karena membuatku lebih khusyuk dalam berzikir.

Setelah selesai menuntaskan almatsurat tersebut, ku segera menyimpannya kembali kedalam tasku. Fina sedang asyik memainkan hpnya. Ku meminta izin ke fina sekaligus menitipkan tasku padanya karena ku ingin ke WC untuk berwudhu. Sepertinya aku akan magrib dan isya di perjalanan. Ketika ku menitipkan tasku, Fina sempat keberatan dan menyarankan agar ku membawanya saja. Ia menanyakan mengapa ku begitu mempercayainya, bagaimana jika ternyata dia seorang pencuri dan membawa lari tas milikku. Tampak sekali dahinya mengernyit menunjukkan tanda keheranan dan penasarannya. Ku lemparkan senyum padanya dan mengatakan jika engkau lari dan membawa tas milikku pergi, biarlah Allah yang akan mengejarmu saudariku. Ku yakinkan bahwa ku tidak akan lama dan akan segera kembali.

Selesai wudhu dan merapikan kembali jilbabku, ku segera menuju ke bangku tempat dudukku. Tampak Fina masih sedang asyik dengan Hpnya. Ku dekati dan segera duduk kembali. Tas milikku diserahkan kembali padaku. Pembicaraanpun berlangsung kembali. Ku memulainya dengan menanyakan tentang kesibukannya yang dari tadi terus memainkan Hpnya, apa ia sedang menghubungi keluarganya dirumah atau tidak. Dia pun mengatakan kalo dari tadi sedang memperbaruhi status FB-nya. Setelah itu, dia meminta alamat FB ku dan ingin menjadi teman ku. Katanya agar kami tetap bisa saling memberi kabar satu sama lain.

Fina pun menanyakan buku kecil yang tadi ku baca. Dia menanyakan kenapa ku begitu serius sekali membacanya.Ku pun menjelaskan kalau buku kecil yang dimaksud adalah almatsurat, kumpulan dzikir yang bagus sekali di baca pagi dan sore hari. Dia lanjut menanyakan beberapa pertanyaan lain seperti apakah ku tidak risih memakai pakaian seperti yang ku kenakan sekarang. Dengan perlahan, ku susun dengan baik jawabanku agar sebisa mungkin tidak menyinggung perasaannya. Tiba-tiba semua menjadi tenang dan senyap. Fina sedikitpun tidak mengeluarkan kata-kata. Perasaanku  menjadi tidak menentu. Apa kediaman Fina menunjukkan dia sedang memahami penjelasanku ataukah ku telah menyinggung perasaannya. Ku terdiam.

Bis Jurusan Samarinda-Bontang akhirnya datang. Ku dan Fina segera naik ke bis tersebut. Awalnya ku kira Fina tidak akan mau duduk didekatku lagi dikarenakan ku telah menyinggung perasaannya namun ternyata ku salah. Fina menunjuk 1 barisan kursi tuk dua orang dan mengisyaratkan padaku untuk duduk disitu. Beberapa menit kemudian, bis pun berjalan. Di tengah perjalanan, Fina tiba-tiba mengutarakan niatnya untuk berjilbab. Dia ingin berubah, dia ingin sepertiku. Pernyataan itu membuatku langsung menjawab jika niat itu sudah bulat, maka kuatkanlah dirimu untuk melaksanakannya. Sebagai seorang muslimah, kita memiliki contoh Fatimah az Zahra, putri baginda Rasulullah saw. Beliaulah teladan muslimah sejati. Ku hanya wanita yang sedang belajar mencontohi beliau, maka janganlah kau katakana ingin berubah sepertiku karena ku sendiri tidak tahu apakah diriku jauh lebih mulia dihadapan Allah. Berubahlah karena Allah. Fina menangis. Hatiku berdesir kagum dengan sosok yang ada disampingku saat ini. Rasa syukur dan doa segera ku panjatkan dalam hati moga Allah memberikan hidayah-Nya pada Fina dan diriku.

Dengan suara terbata-bata, Fina melanjutkan pembicarannya kembali selama ini keinginannya untuk berjilbab sangatlah besar, namun ia belum memiliki rasa percaya diri, sehingga ia memutuskan untuk berusaha menjilbabkan hatinya terlebih dahulu. Ku terdiam sesaat dan mencoba memulai pembicaraan kembali dengan menanyakan apa ia pernah mendengar kisah “ada seorang wanita yang dikenal taat beribadah. Ia kadang menjalankan ibadah sunnah. Hanya satu kekurangannya. Ia tak mau berjilbab. Menutup auratnya. Setiap kali ditanya ia hanya tersenyum dan menjawab, “Insya allah. Yang penting hati dulu yang berjilbab.” Sudah banyak orang yang menanyakannya maupun menasehatinya. Tapi jawabannya tetap sama.
Hingga di suatu malam Ia bermimpi sedang di sebuah taman yang sangat indah. Rumputnya sangat hijau, berbagai macam bunga bermekaran. Ia bahkan bisa merasakan segarnya udara dan wanginya bunga. Sebuah sungai yang sangat jernih hingga dasarnya kelihatan, melintas di pinngir taman. Semilir angin pun ia rasakan di sela-sela jarinya. Ia tidak sendiri. Ada beberapa wanita disitu yang terlihat juga menikmati keindahan taman. Ia pun menghampiri salah satu wanita. Wajahnya sangat bersih, seakan-akan memancarkan cahaya yang sangat lembut.
“Assalamualaikum, saudariku..”
“Wa alaikumsalam.. Selamat datang, saudariku.”
“Terima kasih. Apakah ini surga?”
Wanita itu tersenyum. “Tentu saja bukan, saudariku. ini hanyalah tempat menunggu sebelum ke surga.” “Benarkah? Tak bisa kubayangkan seperti apa indahnya surga jika tempat menunggunya saja sudah seindah ini.”
Wanita itu tersenyum lagi. “Amalan apa yang bisa membuatmu kemari, saudariku?”
“Aku selalu menjaga waktu sholat dan aku menambahnya dengan ibadah sunnah.”
“Alhamdulillah..”
Tiba-tiba jauh di ujung taman ia melihat sebuah pintu yang sangat indah. Pintu itu terbuka. Dan ia melihat beberapa wanita yang berada di taman mulai memasukinya satu persatu.
“Ayo, kita ikuti mereka.” kata wanita itu sambil setengah berlari.
“Apa di balik pintu itu?” katanya sambil mengikuti wanita itu.
“Tentu saja surga, saudariku” larinya semakin cepat.
“Tunggu…tunggu aku..” ia berlari namun tetap tertinggal.
Wanita itu hanya setengah berlari sambil tersenyum padanya. Ia tetap tak mampu mengejarnya meski ia sudah berlari. Ia lalu berteriak, ” Amalan apa yang telah kau lakukan hingga kau begitu ringan?”
“Sama denganmu, saudariku.” jawab wanita itu sambil tersenyum.
Wanita itu telah mencapai pintu. Sebelah kakinya telah melewati pintu. Sebelum wanita itu melewati pintu sepenuhnya, ia berteriak pada wanita itu, “Amalan apalagi yang kau lakukan yang tidak kulakukan?”
Wanita itu menatapnya dan tersenyum. Lalu berkata, “Apakah kau tak memperhatikan dirimu apa yang membedakan dengan diriku?”
Ia sudah kehabisan napas, tak mampu lagi menjawab.
“Apakah kau mengira Rabbmu akan mengijinkanmu masuk ke surgaNya tanpa jilbab menutup auratmu?”
Tubuh wanita itu telah melewati pintu, tapi tiba-tiba kepalanya mengintip keluar, memandangnya dan berkata, “Sungguh sangat disayangkan amalanmu tak mampu membuatmu mengikutiku memasuki surga ini. Maka kau tak akan pernah mendapatkan surga ini untuk dirimu. Cukuplah surga hanya sampai di hatimu karena niatmu adalah menghijabi hati.”
Ia tertegun..lalu terbangun..beristighfar lalu mengambil air wudhu. Ia tunaikan sholat malam. Menangis dan menyesali perkataannya dulu..berjanji pada Allah sejak saat itu ia akan menutup auratnya.


Tangisan Fina semakin kencang. Ku tidak menyangka sedemikian lembut hatinya. Ternyata demikianlah hidayah, ketika ia datang menyapa hati, maka tidak akan ada satu hatipun yang tidak akan tertawan olehnya. Akhirnya azan magrib sayup terdengar dari pengeras suara masjid yang kami lalui. Ku mengajak Fina untuk solat magrib bersama, mengajarinya tayamum dan meminjamkan mukena milikku. Saat itu, ku merasakan ketenangan yang begitu luar biasa. Tak bisa kubayangkan bagaimana kegembiraan dan ketenangan batin yang dirasakan Fina.

Sebelum kami berpisah di terminal Bontang, ku dan Fina saling bersalaman. Masih tergambar jelas hingga sekarang wajahnya begitu penuh ketenangan dengan senyuman yang terukir. Fina berjanji padaku untuk menemuiku jika suatu saat kembali ke Samarinda dan saat itu ku akan melihatnya telah menggunakan jilbab. Ku mendoakan semoga keinginannya dikabulkan Allah dan senantiasa diberi keistisqomahan. Ku mengambilkan al-Quran terjemahan yang ada ditasku dan ku memintanya untuk menjaga benda yang paling kusayangi tersebut dan senantiasa membacanya. Ia memelukku sambil menangis. Ku tidak dapat menahan airmataku. Meski baru mengenalnya beberapa jam lalu, namun kami merasakan kedekatan selayaknya saudara. Ya, kami sejatinya adalah saudara yang diikat oleh aqidah yang sama.

Sesampainya dirumah, usai makan malam. Ku masuk ke kamar dan merebahkan badanku dikasur. Saat itu, ku membuka Hp dan mengaktifkan FB ku. Ternyata ada beberapa permintaan pertemanan. Pandanganku tertuju pada sebuah nama “Rafina Setiawan”. Ku klik nama tersebut dan memastikan apakah ini benar Fina melalui foto profilnya. Ternyata benar, pemilik nama lengkap “Rafina Setiawan” adalah wanita yang ku sapa Fina. Saat itu, ku menulis di dinding FB-nya, “Saudariku yang ku cintai dan dicintai Allah, Sambutlah hidayah Allah dan jagalah ia dimanapun engkau berada. Selamat istirahat”
  





LUNTURNYA KARAKTER DA'I/DA'IAH

Dimanapun kita berada, kita harus memberikan contoh di setiap lingkungan kita...seorang dai/daiah bukanlah orang yang hanya mampu mengatakan ana, anty, mampu beretorika belaka, menjadi "idola' ketika di Lembaga Da'wah namun membaur ketika berada di luarnya...begitu menjaga hijab ketika berinteraksi dilingkungan mushola namun ketika berbaur di kelas, di jalan atau di kegiatan lainnya melebur bersama orang yang tidak paham akan urgensi hijab. bagaimana tanggapan mentis/mutorobbi antum ketika mendapati murobbinya sering eksis di FB menulis status " aduh lagi pusing", "lagi Makan Bakso ma si fulan" atau mengkomentari status lawan jenis dengan kata-kata yang memuji satu sama lain yang mungkin baginya adalah suatu yang sah-sah saja tanpa memikirkan pelajaran/kesimpulan yang tentu tidak akan sama bagi orang lain, terlebih mutarobbinya ketika membacanya.."ternyata Mba/kakak/MR ana gini juga, jadi gak apa-apa dunk klo ana juga gini" dll
Teringat perkataan seorang Ustadz, tiga zona yang harus dijaga: haram, syubhat dan mubah. sebagai aktivis da'wah, tuk hal yang bersifat mubah, kita harus berhati-hati jika berlebihan didalamnya..nonton adalah hal yang mubah namun jika terlalu lama maka itu tidak akan baik bagi ruhiyah apalagi tidak jarang suguhan televesi menyuguhkan hal-hal yang sia bahkan menjurus pada maksiat..online di FB adalah suatu hal yang mubah, namun jika terlalu asyik hingga melupakan solat tepat waktu dan tilawah harian bahkan menghabiskan waktu 'menebar' pesona atau mengomentari tauziyah lawan jenis dangan kata-kata pujian, maka kita harus berhati-hati dengannya.
ikhwafillah, saling mengingatkan
1.kita adalah dai sebelum menjadi apapun. tampilkanlah ia disetiap gerak gerik kita dimanapun kita berada. sebagaimana ketaqwaan itu, adalah sesuatu yang kita tetap konsisten dengan apa yang menjadi perintah Allah walaupun disaat kita sendiri. fitnah terhadap da'wah yang mulia ini boleh timbul karena akhlak da'i maupun da'iah yang ada didalamnya
2.da'wah bukanlah segalanya namun segalanya tidak akan ada tanpa da'wah
3.kitalah yang mbutuhkan da'wah bukan sebaliknya..

Ada dua kompetensi  yang harus dimiliki oleh seseorang juru da'wah:
1. Kompetensi untuk menjadi uswah/contoh bagi orang lain
2. Kompetensi untuk beretorika, menyampaikan  pesan da'wah.
Diantara kedua kompetensi tersebut. maka kompetensi menjadi contoh bagi orang lain jauh lebih utama dibandingkan kompetensi retorika.

Bagi seorang da'i sejati, saat menapaki jalan dakwah merupakan saat pembuktian janji kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketika itu, perjalanan dakwah akan terasa sangat panjang. Dia menyadari bahwa tidak mungkin kembali ke garis start dengan alasan belum siap menghadapi tribulasi, tantangan dan ujian yang menghadang di fase berikutnya. Jika Rasulullah saw, dan para sahabatnya berargumentasi dengan hal tersebut, tentu perang badar tidak akan pernah terjadi dan kemenangan yang gemilang itupun tidak akan diraih. Padahal pada saat itu, beliau dan para sahabatnya hanya menyiapkan perlengkapan untuk menghadapi pasukan perang Quraisy yang dipersenjatai dengan lengkap.
Inilah bukti sejarah bahwa jika janji dan komitmen seorang da'i tulus, maka ia tidak akan mundur ketika berada di mendan amal dan medan pertempuran, ia akan terus bertahan, lalu bergerak kembali untuk menyerang atau menghancurkan musuh dan konspirasi mereka. Dia akan menuanaikan seluruh amanah dakwah yang ada diseluruh pundaknya, untuk menyeru masyarakatnya kembali kepada Allah dan Rasulnya. Dia menyadari bahwa Allah lah penentu segalanya. Namun, diapun tidak takut ketika nyawanya harus lepas dari jasad untuk membuktikan janji kepada Tuhan yang menggenggam jiwanya.

allahu a'lam bi showab...
Maroji':
1.Komitmen Da'i Sejati
 

Allah Maha Melihat (Opick Ft Amanda)

Begitu banyak hal yang terjadi hari ini mengantarkanku pada sebuah pemaknaan, Tiada satupun yang luput dari pandangan-Nya. Karena Ia tiada pernah tidur dan Maha berkuasa atas segala sesuatu.
Oleh itu, bersemangat dan optimislah. Raihlah kasih-Nya yang tersebar luas di alam ini!!!
  
Seiring waktu berlalu
Tangis tawa dinafasku
Hitam putih dihidupku
Jalani takdirku

Tiada satu tersembunyi
Tiada satu yang terlupa
Segala apa yang terjadi
Engkaulah saksinya

Reff:
Kau Yang Maha Melihat
Kau Yang Maha Melihat
Kau Yang Maha Pemaaf
Pada-Mu hati bertobat

Kau Yang Maha Pengasih
Kau Yang Maha Penyanyang
Kau Yang Maha Pelindung
Pada-Mu semua bertekun

Yang dicinta kan pergi
Yang didamba kan hilang
Hidup kan terus berjalan
Meski penuh dengan tangisan

Andai bisa ku mengulang
Waktu hilang dan terbuang
Andai bisa ku kembali
Hapus semua pedih

Andai mungkin aku bisa
Kembali tulus segalanya
Tapi hidup takkan bisa
Meski derai air mata



UNTUK SAUDARAKU

"Wahai Dzat Yang Maha Membolak-balikkan Hati, Tetapkanlah Hati Kami Atas Agama-Mu"

Saudaraku, 
Lama tak kudengar kabarmu. Teringat olehku bagaimana bahagianya hati masing-masing dari kita saat awal perkenalan itu. Sosokmu serasa hadir di hadapanku, berikut segala canda dan senyum yang selama ini menjadi penghias kekakuan interaksi diantara kita. Namun, entah mengapa, kurasakan hal yang berbeda saat ini. Sapamu begitu jarang ku dengar, meski lewat sebuah pesan pendek di Hpku. Ku coba mencari tahu keadaanmu, namun diriku tak menemukan satupun berita tentangmu. Entah mengapa, kurasakan hati masing-masing dari kita seolah terasa begitu jauh, meski engkau sebenarnya berada dekat di sampingku. 

Saudaraku, 
Adakah perubahan yang engkau rasakan pada diriku? Sosok yang engkau kenal dulu dengan sosok yang ada saat ini? Jika sekiranya ada sikap dan kataku yang terlihat jauh berbeda, alangkah indahnya engkau utarakan kepadaku. Sungguh, diriku terbuka untuk banyak koreksi dalam langkah ini. Diriku bukanlah sosok sempurna, jauh dari cela, dan tak menginginkan perubahan. Barangkali diriku terlalu lemah untuk mengetahui dimana cela yang ada dalam diri ini. Dan barangkali dirimu melihatnya disaat diriku sendiri tidak menyadarinya. 

Saudaraku, 
Sampaikanlah kebenaran itu meskipun pahit yang engkau rasa. Sampaikanlah apa yang menjadi ganjalan di hatimu, walau itu terasa bagai menyikirkan beban berat yang menimpamu. Janganlah engkau malah berlari menghindar meninggalkanku sendiri, dalam ketidak tentuan, dalam kebingungan dan keterasingan di tengah luasnya kesempatan bagi kita untuk terus melangkah lebih baik. Jangan biarkan langkah-langkah yang pernah kita rajut dahulu kita uraikan kembali. Bukankah persaudaraan saling membutuhkan perhatian? Bukankah sesama muslim ibarat sebuah bangunan? Dimana satu sama lain bagiannya saling menguatkan? 

Saudaraku, 
Diriku menyadari mungkin ada beberapa hal yang belum kita sepakati, atau bahkan mungkin tak akan kita sepakati bersama saat ini. Dan diriku mengerti, bahwa kesibukan aktifitas kita masing-masing bukanlah penghalang untuk terus terbinanya silaturahim diantara kita. Tapi ketahuilah, dan diriku percaya, bahwa fase itu akan segera kita lalui. Jika pun tidak, maka diriku percaya bahwa ketentuan dan ketetapan dari Allah adalah di atas segalanya. Dan ketahuilah, bahwa hal itu bagiku tak lantas menjadikan silaturrahim yang sudah kita bangun dahulu kita lepas dan tinggalkan tanpa sepatah kata pun. Terlupakah bahwa awal pertemuan itu semata-mata karena kecintaan yang sama? Mencari keridhoan dari hal yang sama? Ya. Kita pernah saling berucap bahwa kita bertemu semata-mata karena kecintaan pada Allah SWT dan Rasul-Nya. Ya. Kita pernah saling tersenyum cemas dan harap, betapa kita merindukan naungan-Nya nanti di padang mahsyar, disaat tiada naungan selain naungan-Nya yang diberikan kepada dua orang yang saling mengasihi di jalan Allah, dimana keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah. 

Saudaraku, 
Ku bisa melihat, betapa hubungan silaturrahim ini mesti senantiasa dibina dengan cara yang baik, agar senantiasa tetap terlihat indah mewangi. Ku pun tak akan memungkiri, bahwa pasti ada kerikil-kerikil kecil yang akan sedikit menganggu kenyamanan perjalanannya, baik berupa perbedaan pendapat, ataupun hal-hal kecil yang semestinya bukan mengakibatkan terurainya sebuah hubungan silaturrahim. Sebagaimana kita menemukan keindahan setangkai mawar di taman bunga karena terawat dengan baik, yang tak lepas karena disiram, dipupuk, dan dijaga dari gangguan hama yang mengganggu keindahan mekarnya, pasti diri kita pun berharap hal yang sama berlaku dalam sebuah hubungan silaturrahim yang kita jalin. 

Saudaraku, 
Rajutlah kembali jika ikatan ini terlihat ada bagiannya yang akan terlepas. Kencangkanlah kembali jika jalinan ini terlihat ada bagiannya yang longgar, dan bangunlah niat semula yang menjalinkannya tidak lain hanya karena kecintaan pada Allah SWT dan Rasul-Nya semata. 

Saudaraku, 
Semoga surat singkat ini menjadi awal mekarnya kembali kasih diantara kita. Kasih yang tak berubah hanya karena perbedaan pendapat. Kasih yang tak lekang karena terhambat oleh kesibukan aktifitas keseharian kita. Kasih yang kita tujukan tidak lain hanya kepada Sang Maha Pengasih, Allah azza wa jalla. Semoga kelak naungan-Nya meliputi dan menentramkan kerisauan kita saat nanti… Semoga ada waktu bagi kita untuk senantiasa merawatnya, di tengah hiruk pikuk kesibukan kita saat ini Amin Allahumma amiin. 

Salam cinta dan rindu dariku, 
Saudaramu,

Dibalik Gelar Dokter Muda...


Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya 
(Q.s At-Tin:4)

Ayat ini mengantarkanku pada penghayatan yang mendalam ketika ku mendapati diriku sedang berdiri disini sebagai mahasiswa kedokteran. Belajar di kedokteran sungguh merupakan kenikmatan yang luar biasa karena disinilah bermula perjalanan ruhiyah yang menjadi titik tolak terhadap perubahan besar terhadap diri ini.

Semester demi semester ku lewati dengan banyak cerita didalamnya. Sarat pengalaman dan pembelajaran didalamnya. Tiap cerita dengan segala warnanya berasosiasi menjadi kisah yang begitu berharga yang mengantarkan pada ketakjuban luar biasa terhadap kebesaran Allah.

Ku masih ingat saat memasuki masa orientasi kampus. Ku dan seluruh mahasiswa baru lainnya di "latih" baik fisik dan mental. Hingga saat ini, pengalaman yang tak terlupakan ketika kami harus memasuki kamar mayat satu persatu, mencari sedotan kecil yang diletakkan disekitar kadaver (jenazah manusia yang telah diawetkan dengan zat formalin). Terdapat lima hingga enam kadaver saat itu dengan bentuk yang sudah tidak karuan lagi. Hanya berbekal lilin ditengah ruangan yang begitu sangat gelap, kami harus mengumpulkan sisa-sisa energi tuk menghalau rasa takut yang demikian tinggi dalam pertualangan yang begitu sangat menegangkan dan sungguh mendebarkan!!!

Tahun-tahun pertama perkuliahan. Rasa takjub terhadap kebesaran Allah begitu besar ketika ku melewati masa-masa praktikum anatomi. Para dosen selalu mengingatkan kami tuk menghargai dan memperlakukan kadaver tersebut dengan sebaik-baiknya karena dari merekalah, kami mendapatkan ilmu yang begitu banyak. Ketakjuban tersebut semakin sempurna ketika ku mendapatkan pelajaran fisiologi yang membuka pikiranku betapa sangat indah nan sempurna ciptaan-Nya. Ternyata tubuh manusia merupakan suatu sistem yang maha dahsyat dengan dinamisasi dan harmonisasi yang berjalan menuruti titah Sang Khalik.

Tahun-tahun terakhir perkuliahan. Saat mempelajari ilmu-ilmu klinik dan kemudian melalui masa preklinik juga merupakan saat-saat berharga bagiku. Ku mulai belajar bagaimana Allah yang Maha Cerdas memberikan clue-clue tertentu terhadap setiap penyakit sehingga memberikan celah bagi manusia (dalam hal ini dokter) untuk menentukan terapi yang tepat dalam batasan iktihar manusia. Jeda waktu beberapa bulan bersentuhan dengan pasien dan keluarganya saat preklinik memberikan arti tersendiri bagiku.

Kini, waktu telah mengantarkanku pada babak baru dalam perjalanan hidupku. Amanah itu tersemat dipundak ketika jas putih yang ku kenakan bertuliskan "Dokter Muda". Moga amanah baru ini mampu terjalankan dengan baik untuk terus mendekatkan diri pada Allah dengan mentafakuri kebesaran-Nya lewat ciptaan sempurna-Nya bernama manusia.

Dibalik gelar dokter muda, tentunya terdapat perjuangan panjang seorang calon dokter untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang didapat selama dibangku kuliah untuk mendiagnosa dan mengelolh pasien dengan penyakit tertentu. Mengamalkan janji yang diucapkan dengan penuh tanggungjawab dan cinta terhadap profesi ini. Tentu akan banyak kisah menarik yang akan mewarnai perjuangan ini. Dengan basmalah, smoga langkah ini menjadi ringan dan tetap tegar melewatinya.