Sepenggal Kisah Dari Mesir: Surat Mohammed El Beltaji Untuk Putrinya
Mesir meninggalkan duka mendalam bagi seluruh umat muslim. Ribuan rakyat tak bersenjata di serang oleh pasukan militer dengan senjata lengkap. Hari rabu 14 Agustus 2013 di Medan Rab'ah dibanjiri darah para syuhada. Salah satu diantaranya adalah Asmaa Mohamed El Beltaji berusia 17 tahun. Beliau adalah putri satu-satunya Mohammed El Beltaji,
seorang pimpinan Ikhwanul Muslimin. Semoga Allah swt merahmati beliau.
Beberapa hari sepeninggalnya, sang ayah pun menuliskan surat yang ditujukan untuknya. Surat yang menyatakan kedukaan, kebanggaan dan keyakinan yang kokoh akan janji Allah swt. Surat yang sangat menggugah bagi siapa saja yang membacanya karena menyentuh relung jiwa terdalam karena setiap kata yang tertulis seolah mengungkapkan nyanyian hati sang ayah. air mata ini pun tak terbendung saat membaca surat tersebut sebagaimana di bawah ini...
Putriku tercinta dan guruku
yang mulia.. Asma al-Beltaji, aku tidak mengucapkan selamat tinggal padamu,
tapi kukatakan bahwa besok kita akan bertemu lagi.
Kau tidak pernah dijajah oleh perkara sia-sia yang menyibukkan para remaja se
usiamu. Meskipun pendidikan tidak mampu memenuhi aspirasi dan ketertarikanmu,
kau selalu yang terbaik di kelas.
Aku tidak punya cukup waktu untuk membersamaimu dalam hidup singkat ini,
terutama karena waktuku tidak memungkinkan untuk menikmati kebersamaan
denganmu. Terakhir kali kita duduk bersama di Rabaa Al Adawiya kau berkata
padaku, "Bahkan ketika Ayah bersama kami, Ayah tetap sibuk" dan
kukatakan "Tampaknya bahwa kehidupan ini tidak akan cukup untuk menikmati
setiap kebersamaan kita, jadi aku berdoa kepada Tuhan agar kita menikmatinya
kelak di surga."
Dua malam sebelum kau dibunuh, aku melihatmu dalam mimpiku dengan gaun pengantin putih dan kau terlihat begitu cantik. Ketika kau berbaring disampingku aku bertanya, "Apakah ini malam pernikahanmu?" kau menjawab, "Waktunya adalah di sore hari Ayah, bukan malam". Ketika mereka bilang kau dibunuh pada Rabu sore aku mengerti apa yang kau maksud dan aku tahu Allah telah menerima jiwamu sebagai martir. Kau memperkuat keyakinanku bahwa kita berada di atas kebenaran dan musuh kita berada pada kebathilan.
Aku merasa sangat terluka karena tidak berada di perpisahan terakhirmu dan tidak melihatmu untuk terakhir kalinya, tidak mencium keningmu, dan memilki kehormatan untuk memimpin shalat jenazahmu. Aku bersumpah demi Allah sayang, aku tidak takut kehilangan nyawaku atau penjara yang tidak adil, tapi aku ingin membawa pesan yang kau telah berkorban nyawa ntuknya, untuk menyelesaikan revolusi, untuk menang dan mencapai tujuannya.
Jiwamu telah dimuliakan dengan kepala terangkat tinggi melawan tiran. Peluru tajam telah membelah dadamu. Yang menurutku luar biasa dan penuh dengan kebersihan jiwa. Aku yakin bahwa kau jujur kepada Allah dan Dia telah memilihmu di antara kami, memberimu kehormatan dengan pengorbanan.
Akhirnya, putriku tercinta dan guruku yang mulia... aku tidak mengucapkan selamat tinggal, tapi aku mengucapkan sampai jumpa kita akan segera bertemu dengan Nabi kita tercinta dan sahabat-sahabatnya di surga, dimana keinginan kita untuk menikmati kebersamaan kita akan menjadi kenyataan.
Dua malam sebelum kau dibunuh, aku melihatmu dalam mimpiku dengan gaun pengantin putih dan kau terlihat begitu cantik. Ketika kau berbaring disampingku aku bertanya, "Apakah ini malam pernikahanmu?" kau menjawab, "Waktunya adalah di sore hari Ayah, bukan malam". Ketika mereka bilang kau dibunuh pada Rabu sore aku mengerti apa yang kau maksud dan aku tahu Allah telah menerima jiwamu sebagai martir. Kau memperkuat keyakinanku bahwa kita berada di atas kebenaran dan musuh kita berada pada kebathilan.
Aku merasa sangat terluka karena tidak berada di perpisahan terakhirmu dan tidak melihatmu untuk terakhir kalinya, tidak mencium keningmu, dan memilki kehormatan untuk memimpin shalat jenazahmu. Aku bersumpah demi Allah sayang, aku tidak takut kehilangan nyawaku atau penjara yang tidak adil, tapi aku ingin membawa pesan yang kau telah berkorban nyawa ntuknya, untuk menyelesaikan revolusi, untuk menang dan mencapai tujuannya.
Jiwamu telah dimuliakan dengan kepala terangkat tinggi melawan tiran. Peluru tajam telah membelah dadamu. Yang menurutku luar biasa dan penuh dengan kebersihan jiwa. Aku yakin bahwa kau jujur kepada Allah dan Dia telah memilihmu di antara kami, memberimu kehormatan dengan pengorbanan.
Akhirnya, putriku tercinta dan guruku yang mulia... aku tidak mengucapkan selamat tinggal, tapi aku mengucapkan sampai jumpa kita akan segera bertemu dengan Nabi kita tercinta dan sahabat-sahabatnya di surga, dimana keinginan kita untuk menikmati kebersamaan kita akan menjadi kenyataan.
Teriring doa untuk keduanya, semoga Allah swt memuliakan keduanya ust.Mohammed El Beltaji dan putrinya Asmaa Mohamed El Beltaji dan mempertemukan keduanya kembali di surga yang dijanjikan-Nya. Amin
"Beda Dari Yang Lain"
Dalam perjalanan pulang dari salah satu Toko Tekstil di Samarinda.
Saya: "Abi, tadi beli apa?"
Suami: " Beli Peci."
Saya: " Harganya berapa"
KAGET!!!
Itulah yang saya rasakan ketika suami menyebutkan harganya. Apalagi saat mendengarkan alasan yang diutarakannya.
Suami: "Iya, Abi tertarik milih peci itu karena peci itu beda dari yang lain karena harganya paling mahal"
TERDIAM SEJUTA RASA!!!
Itulah yang saya rasakan ketika suami melanjutkan pembicaraan.
Suami: "Iya, sama saat memilih Umi menjadi istri Abi karena Umi beda dari yang lain."
#Ehmm... selalu kehabisan kata saat di hadapannya.
Mengenang Saat Pertemuan Di KUA
Pagi hari semilir angin meniup dedaunan
butir-butir kecil air hujan membasahi bumi
dan lembar demi lembar kelopak daun yang mulai berguguran
membias indah menyimpan berjuta senyuman
Di balik kaca jendela
Ku duduk terdiam termenung
Ku tatap jauh melintas angkasa yang menyirat rahasia Tuhan
sesekali ku menghembus nafas panjang
Batinku mengadu pada pemilikNya :
"Rabbi, permudahkanlah urusan Hamba untuk melengkapi separuh dienMu. Bimbinglah hamba tuk bisa melalui saat-saat pertemuan dengannya. Lelaki yang Engkau pilih tuk menjadi tambatan hati."
Yah... Hari itu tepatnya tgl 12 Maret 2012 seseorang kan datang menyatakan keseriusannya menikahi diriku... Segaris senyum terukir di wajah disaat mengenang masa-masa di SMA dulu. Saat mengenali dan berinteraksi dengannya. Tidak ada getaran-getaran itu hadir.. Setelah waktu berlalu begitu panjang, kini takdir justru mempertemukan kami kembali, tidak sebagai reuni teman lama, melainkan sebagai bukti komitmen kami tuk mengarungi hidup bersama dalam ikatan pernikahan.
Ternyata takdir adalah hal muthlak yang akan terjadi... Persoalannya hanya atas Izin dari Allah swt tentunya.. Dia lah Rabb yang telah menulis dalam lembaran lembaran takdir (lauh mahfuz) bahwa kelak aku dan "dia" akan hidup bersama.. Mengarungi bahtera cinta seperti saat ini.. Padahal waktu itu aku tak pernah menyangka aku akan menikah saat masih kuliah, dan bersama dengan si "dia" yang telah bertahun tahun tak jumpa, tanpa komunikasi, bukan teman akrab, apalagi pacar (istilah kaum marginal)..
"Tarbiyah" mungkin ini kata yang tepat yang dijadikan oleh Allah swt sebagai asbab pertemuan kami... Di jalan cinta inilah kami bertemu di salah satu stasenya, yah stase "membina rumah tangga Islami"... Tidak dapat dipungkiri bahkan memang demikianlah adanya... Saudara_saudara kami di jalan "tarbiyah" lah yang telah banyak mengurusi pernikahan kami... Mulai dari ta'aruf, khitbah, sampai walimahtul ursy... Semoga Allah swt mwngistiqomahkan kami dalam jama'atuddakwah ini... Jalan cinta para manusia yang mengharapkan ampunan dan pertemuan dengan Allah swt..
Hal yang lumrah bagi kami dalam lingkungan "tarbiyah" untuk melakukan proses ta'aruf terhadap calon pasangan.. Sebelum kami datang ke KUA kami melalui lingkungan "tarbiyah" telah mengenal biografi satu sama lain dengan saling bertukar data yang kami sebut proposal pernikahan.. Hehe kaya' propsal kegiatan aja...
Yang namanya proposal bisa diterima atau di tolak! Karena menikah bagi kami bukan hanya soal cinta, melainkan visi hidup dengan seluruh karakternya... Sehingga pernikahan itu bukan hanya penyatuan fisik tapi juga penyatuan jiwa, penyatuan fikroh, penyatuan 2 keluarga besar... Itulah sebabnya sejak awal dan akhir proses ini kami melibatkan lingkungan "tarbiyah"... Yah jalan cinta yang melengkapi hidup kami dengan bekal untuk mendapatkan keridhoan Allah swt di dunia dan akhirat nanti insyaAllah...
Kami akhirnya akan bertemu di KUA,
Saat itu hari pun tertatih-tatih merambat siang
mentari mulai menggeser di antara awan-awan mendung
camar-camar riang bernyanyi menghias lelangit yang mulai menerang.
"Ayo Nak, kita berangkat sekarang.
Ucapan Abi membangunkanku dari lamunan.
Ku tatap sosok lelaki hebat itu, wajahnya senyum sumeringah sambil sesekali tangannya merapikan bajunya. Abi benar-benar rupawan siap bertemu calon besan dan "Dia".
Ku tidak ubahnya Nisa kecil yang membuntuti abi dari belakang. Langkahku lemah gontai, tak kuat Menginjak bumi. Bulir-bulir keringat dingin mulai bermunculan satu persatu. Jantungku berdebar sangat kencang. Tak pernah ku secemas ini. "Ya Rabb, seperti apa warna pertemuan nanti? Berikanlah ketenangan pada hamba..."
Akhirnya,
tibalah ku di KUA. Jantungku terus berdegup kencang. Wajahku pucat pasi. Ku terus berjalan mengikuti abi memasuki bangunan mungil itu.
namun...
langkahku tiba-tiba terhenti
melihat sosok bayangan lelaki di salah satu sudut ruangan.
"Apakah itu "dia" ?..
tanyaku dalam hati
dan langkahku pun ku teruskan hingga mendekati sebuah meja panjang dan dua kursi dihadapannya.
"Assalamualaykum, silakan duduk ukhti."
Sapa lelaki yang ku lihat tadi. Ternyata beliau adalah ustad. Burhan, anggota DPRD Nunukan dari fraksi PKS yang ikut mendampingi pertemuan kami saat itu.
"Akh Yakub solat dulu. Sebentar lagi kemari. Calon pengantin kita tegang sekali." (Celoteh ust. Burhan)
Beliau mencoba mencairkan suasana.
Ku paksakan diri untuk tersenyum. Entah seperti apa hasilnya. Lantas kemudian, Sekilas ku pandangi kursi yang tak jauh dari tempatku duduk, ada sebuah jaket yang bertuliskan KAMMI. Hatiku berdesir. Ku tahu jaket itu pasti miliknya. Ku tundukkan pandanganku dalam-dalam.
Seolah mengetahui kegalauanku, Sang Ustad kemudian mengajukan beberapa pertanyaan seputar perkuliahan, aktivitas dakwah di samarinda, dan kondisi mahasiswa Nunukan yang aktif tarbiyah. Terlihat sekali keinginan besar beliau agar mahasiswa Nunukan kembali membangun kota ini. Obrolan kami terputus saat terdengar seseorang mengucapkan salam dari arah pintu masuk. Ku mengenal suara itu. Suara yang tak asing di telingaku. Yah, itu "dia" yang menawarkan cinta suci kepadaku beberapa waktu lalu dalam sebuah proposal pernikahan..
Kepalaku terasa berat, sehingga ku tak sanggup lagi menegadahkan wajahku. Sekujur tubuhku serasa membeku. Hatiku diselimuti cemas, bahagia, malu, semua bercampur menjadi satu. Tak pernah ku rasakan getaran Cinta Seperti saat ini. Beberapa saat kemudian, kami secara bergantian di wawancara oleh petugas KUA. Setelah itu melapor ke Kantor Kecamatan. Semuanya kami lakukan ditemani orang tua masing-masing, Ustad serta seorang seorang ummahat. Dari awal hingga akhir pertemuan kami, tidak ada sapaan, tidak ada obrolan di antara kami. Bahkan hingga perpisahan itu tiba, tidak ada keberanian sedikitpun untuk melihat wajahnya. Meskipun demikian, pertemuan singkat itu membuat hatiku dipenuhi cinta akan dirinya, lelaki pilihan Allah untukku yang kini menjadi suamiku.
Matahari kini beranjak meninggalkan peraduannya,
Rembulan siap menyinari dengan kelembutannya,
Camar-Camar itu kembali bernyanyi di ranting pepohonan
menghias indah sore di detik_detik menanti hari pernikahanku...
Refleksi Mengenang Saat Itu...
Oleh: Andi Yakub Abdullah
Ku langkahkan kaki dengan penuh keyakinan.. Melewati darat dan laut menuju sebuah bangunan kecil bernama Kantor Urusan Agama (KUA) di pulau perbatasan Indonesia bagian utara (Sebatik)
Teringat sebuah syair yang melantun indah di hati di sepanjang perjalanan
"Sabarlah menunggu janji Allah kan pasti hadir tuk datang menjemput hatimu..
Sabarlah menanti usahlah ragu kasih kan datang sesuai dengan iman di hati.."
Bulan maret tanggal 12 tahun 2012, sekitar pukul 09.00 pagi ku telah tiba di desa Tanjung Aru. Tepatnya di KUA kec. Sebatik, hati yang gugup dan bahagia bercampur ditemani gerimis pagi yang seolah mendukung suasana batinku waktu itu.
Betapa tidak, ku tidak sedang kebetulan lewat di KUA, atau sekedar menemani orang untuk suatu urusan disana.., melainkan aku sedang menunggu seorang wanita yang sebentar lagi akan mengikat janji hidup bersama denganku.
Yah aku lah yang sedang berurusan dengan KUA, untuk mendaftar mengurus pembuatan buku nikah..., sudah menjadi peraturan di negeri ini (Indonesia), agar calon suami dan istri dipertemukan untuk di wawancarai mengenai kesiapan dan keseriusannya untuk menikah.
Karena ini adalah pertama kalinya dalam hidupku, maka rasa gugup itu pasti ada. Maklum ini pertama kalinya juga dalam hidupku ingin mengatakan cinta pada seorang wanita... "Katakan cinta versi Islami"... Disaksikan kedua pihak (orang tua dan calon mertua) dan tentu juga petugas KUA). Rasa gugup itu juga semakin bertambah begitu tahu bahwa calon mertua dan "dia" sedang menuju ke KUA. Untuk menenangkan diri, ku tunaikan shalat sunnah di masjid terdekat.
Sejenak ku duduk di dalam masjid usai shalat sambil menghela napas mempersiapkan mental untuk bertemu dengan "dia" dan orang tuanya. Tiba-tiba hp ku berdering, isyarat panggilan agar aku segera ke KUA sekarang... Huf.. Ya Rabb inilah saatnya. Ya.. Aku akan segera bertemu dengan "dia".
"Dia" yang sebenarnya telah ku kenal beberapa tahun yang lalu. Tepatnya saat kami masih berseragam putih abu-abu, "dia" yang dulunya bukan siapa-siapa bagiku.. Dan aku juga bukan siapa-siapa baginya. Mungkin banyak yang salah mengira. Bahwa kami telah lama menjalin komunikasi alias pacaran. Padahal itu tidak pernah terjadi dalam kisah kami.
Saat SMA "dia" siswi yang berprestasi. Sementara diriku hanya siswa yang biasa saja. Kami hanya kenal seperti teman-teman pada umumnya. "Dia" kala itu adalah siswi yang full dengan aktifitas akademik dan selalu menjadi utusan dalam lomba ilmiah mewakili sekolah dalam event lokal dan nasional sehingga antara "dia" dan diriku ada jarak yang membuat kami tidak mungkin bisa menjadi sangat dekat apalagi berpacaran ( istilah anak galau saat ini).
Setelah lulus "dia" melanjutkan studi di FK UNMUL (Samarinda), dan diriku ke makassar. Setelah 5 tahun kemudian kami di proses (khitbah/lamaran). "Dia" dan keluarganya menerima.
Dan setelah masa yang panjang itu kami bertemu di KUA kec. Sebatik. Saat pertama kali kami bertemu kami tidak saling menyapa, tidak saling memandang, apalagi berjabat tangan. Pertemuan pagi itu sangat kaku tapi membuat hati mencapai puncak ketenangannya.
Ya bagi kami... Saat pertemuan di KUA belum ada kehalalan dari Allah swt untuk kami berdua... Kami di wawancarai pun orang perorang (bergantian)...
Saya tergelitik saat petugas KUA mengajukan pertanyaan
KUA: sejak kapan kalian kenal?
Saya: sekitar 5 thn yang lalu...
KUA: Oh sudah lama yah... Jadi selama itu kalian menjalin hubungan?
Saya: Tidak
KUA: Loh kok bisa?
Saya: Yah aku di makassar dan "dia" di samarinda..
KUA: hubungan jarak jauh?
Saya: tidak
KUA: loh kok bisa yah?
Saya: hmmm... Percayalah (dalam hati)
Pada saat pertanyaan mengenai hobi
KUA: apa hobi anda?
Saya: menulis dan membaca
KUA: wah sama dong dengan calonnya (dia)? (Sebelum saya diwawancarai "dia" lebih dahulu telah diwawancarai)
Saya: (tersenyum)
KUA: udah janjian yah?
Saya: hmmm... Mulai! (dalam hati)
Setelah kami di screening di KUA, kami pun berangkat menuju kantor Camat sebatik induk, bersama orang tua masing-masing tentunya. Sebagai warga negara yang baik kami pun melapor.
Di perjalanan ku melihatnya dari kejauhan.. Sulit untuk melihatnya.. Karena dia hanya menunduk dan/ menoleh kearah yang berlawanan. "Ciri khas akhwat pergerakan"...
Sampai akhirnya saat aku naik ke mobil.. Barulah aku dapat melihatnya dibalik kaca mobil (chie curi_curi pandang eeei) hehehe... Ada hadistnya loh tentang anjuran melihat calon pendamping... Hiks hiks hiks...
Setelah melihatnya ehm... Ehm.. Subehanalloh.. Ya robb... Kini terbukti hipotesis aktivis dakwah bahwa mencari pendamping hidup itu tidak mesti pacaran dulu... Buktinya para aktivis dakwah.. Mereka pada akhirnya menemukan takdirnya... Bertemu dengan kekasih hati pada saat yang tepat...
Demikianlah bahwa aku telah ditakdirkan bertemu dengan "dia"... Yang saat ini telah menjadi istriku... Berjanji di hadapan Allah swt untuk sehidup semati... Bekerja sama untuk memperoleh keridhoanNya...dan berharap kelak di akhirat nanti kami bersama lagi... Membangun cinta dalam naungan cinta kasih Nya..
Ku langkahkan kaki dengan penuh keyakinan.. Melewati darat dan laut menuju sebuah bangunan kecil bernama Kantor Urusan Agama (KUA) di pulau perbatasan Indonesia bagian utara (Sebatik)
Teringat sebuah syair yang melantun indah di hati di sepanjang perjalanan
"Sabarlah menunggu janji Allah kan pasti hadir tuk datang menjemput hatimu..
Sabarlah menanti usahlah ragu kasih kan datang sesuai dengan iman di hati.."
Bulan maret tanggal 12 tahun 2012, sekitar pukul 09.00 pagi ku telah tiba di desa Tanjung Aru. Tepatnya di KUA kec. Sebatik, hati yang gugup dan bahagia bercampur ditemani gerimis pagi yang seolah mendukung suasana batinku waktu itu.
Betapa tidak, ku tidak sedang kebetulan lewat di KUA, atau sekedar menemani orang untuk suatu urusan disana.., melainkan aku sedang menunggu seorang wanita yang sebentar lagi akan mengikat janji hidup bersama denganku.
Yah aku lah yang sedang berurusan dengan KUA, untuk mendaftar mengurus pembuatan buku nikah..., sudah menjadi peraturan di negeri ini (Indonesia), agar calon suami dan istri dipertemukan untuk di wawancarai mengenai kesiapan dan keseriusannya untuk menikah.
Karena ini adalah pertama kalinya dalam hidupku, maka rasa gugup itu pasti ada. Maklum ini pertama kalinya juga dalam hidupku ingin mengatakan cinta pada seorang wanita... "Katakan cinta versi Islami"... Disaksikan kedua pihak (orang tua dan calon mertua) dan tentu juga petugas KUA). Rasa gugup itu juga semakin bertambah begitu tahu bahwa calon mertua dan "dia" sedang menuju ke KUA. Untuk menenangkan diri, ku tunaikan shalat sunnah di masjid terdekat.
Sejenak ku duduk di dalam masjid usai shalat sambil menghela napas mempersiapkan mental untuk bertemu dengan "dia" dan orang tuanya. Tiba-tiba hp ku berdering, isyarat panggilan agar aku segera ke KUA sekarang... Huf.. Ya Rabb inilah saatnya. Ya.. Aku akan segera bertemu dengan "dia".
"Dia" yang sebenarnya telah ku kenal beberapa tahun yang lalu. Tepatnya saat kami masih berseragam putih abu-abu, "dia" yang dulunya bukan siapa-siapa bagiku.. Dan aku juga bukan siapa-siapa baginya. Mungkin banyak yang salah mengira. Bahwa kami telah lama menjalin komunikasi alias pacaran. Padahal itu tidak pernah terjadi dalam kisah kami.
Saat SMA "dia" siswi yang berprestasi. Sementara diriku hanya siswa yang biasa saja. Kami hanya kenal seperti teman-teman pada umumnya. "Dia" kala itu adalah siswi yang full dengan aktifitas akademik dan selalu menjadi utusan dalam lomba ilmiah mewakili sekolah dalam event lokal dan nasional sehingga antara "dia" dan diriku ada jarak yang membuat kami tidak mungkin bisa menjadi sangat dekat apalagi berpacaran ( istilah anak galau saat ini).
Setelah lulus "dia" melanjutkan studi di FK UNMUL (Samarinda), dan diriku ke makassar. Setelah 5 tahun kemudian kami di proses (khitbah/lamaran). "Dia" dan keluarganya menerima.
Dan setelah masa yang panjang itu kami bertemu di KUA kec. Sebatik. Saat pertama kali kami bertemu kami tidak saling menyapa, tidak saling memandang, apalagi berjabat tangan. Pertemuan pagi itu sangat kaku tapi membuat hati mencapai puncak ketenangannya.
Ya bagi kami... Saat pertemuan di KUA belum ada kehalalan dari Allah swt untuk kami berdua... Kami di wawancarai pun orang perorang (bergantian)...
Saya tergelitik saat petugas KUA mengajukan pertanyaan
KUA: sejak kapan kalian kenal?
Saya: sekitar 5 thn yang lalu...
KUA: Oh sudah lama yah... Jadi selama itu kalian menjalin hubungan?
Saya: Tidak
KUA: Loh kok bisa?
Saya: Yah aku di makassar dan "dia" di samarinda..
KUA: hubungan jarak jauh?
Saya: tidak
KUA: loh kok bisa yah?
Saya: hmmm... Percayalah (dalam hati)
Pada saat pertanyaan mengenai hobi
KUA: apa hobi anda?
Saya: menulis dan membaca
KUA: wah sama dong dengan calonnya (dia)? (Sebelum saya diwawancarai "dia" lebih dahulu telah diwawancarai)
Saya: (tersenyum)
KUA: udah janjian yah?
Saya: hmmm... Mulai! (dalam hati)
Setelah kami di screening di KUA, kami pun berangkat menuju kantor Camat sebatik induk, bersama orang tua masing-masing tentunya. Sebagai warga negara yang baik kami pun melapor.
Di perjalanan ku melihatnya dari kejauhan.. Sulit untuk melihatnya.. Karena dia hanya menunduk dan/ menoleh kearah yang berlawanan. "Ciri khas akhwat pergerakan"...
Sampai akhirnya saat aku naik ke mobil.. Barulah aku dapat melihatnya dibalik kaca mobil (chie curi_curi pandang eeei) hehehe... Ada hadistnya loh tentang anjuran melihat calon pendamping... Hiks hiks hiks...
Setelah melihatnya ehm... Ehm.. Subehanalloh.. Ya robb... Kini terbukti hipotesis aktivis dakwah bahwa mencari pendamping hidup itu tidak mesti pacaran dulu... Buktinya para aktivis dakwah.. Mereka pada akhirnya menemukan takdirnya... Bertemu dengan kekasih hati pada saat yang tepat...
Demikianlah bahwa aku telah ditakdirkan bertemu dengan "dia"... Yang saat ini telah menjadi istriku... Berjanji di hadapan Allah swt untuk sehidup semati... Bekerja sama untuk memperoleh keridhoanNya...dan berharap kelak di akhirat nanti kami bersama lagi... Membangun cinta dalam naungan cinta kasih Nya..
Refleksi UKDI: Indahnya Tawakkal setelah Iktihar Optimal
Alhamdulilah, Ujian CBT UKDI telah dilalui. Perantauan di kota surabaya sebentar lagi berakhir. Kini saatnya kembali ke kota tercinta untuk mempersiapkan OSCE pekan mendatang. Ku terduduk di salah satu sudut bandara terbersih di Indonesia, bandara juanda. Ku Terdiam ditengah keramaian, mencoba menyusun kepingan peristiwa selama berada di kota ini lalu membentuknya menjadi puzzle tarbiyah kehidupanku.
Mulai dari diskusi kelompok setiap hari, bertemu dengan teman-teman yang saling menguatkan di tengah hedonisme dan sekularisme hingga pada pelaksaanaan ujian kemarin. Semua peristiwa tersebut memberikan kesan mendalam akan pentingnya menjaga ketakwaan diri dimanapun berada meski berada di zona ketidaknyaman.
Dari Abu Dzarr ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepadaku: “Bertakwalah kamu kepada Allah dimana saja kamu berada dan ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapuskannya, serta pergauililah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad).
Setelah ujian kemarin, kini semua peserta UKDI sedang galau gelisah menunggu hasil yang akan diumumkan bulan depan. Perlu sifat tawakkal total, menyerahkan secara ikhlas betul untuk ‘diselesaikan’ Allah swt. Dengan itu maka hati akan menjadi tentram dan sabar.
Tawakal merupakan perpaduan yang indah antara kepasrahan diri dengan ikhtiar/usaha yang optimal. Setelah kita ikhitiar dengan optimal, maka seharusnya kita bertawakal atas segala hasil yang kitaa kan dapatkan. Manusia hanya dituntut berusaha,bekerja atau berproses sedangkan hasil sesuai sunnatullah dan ketentuan Allah berlaku.
Dalam riwayat Imam Al-Qudha’i disebutkan bahwa Amr bin Umayah Radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah!, Apakah aku ikat dahulu unta (tunggangan)-ku lalu aku bertawakkal kepada Allah, atau aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakkal? ‘Beliau menjawab, ‘Ikatlah kendaraan (unta)-mu lalu bertawakkallah”. (Musnad Asy-Syihab, Qayyidha wa Tawakkal, no. 633, 1/368)
Menanti selama sebulan kedepan, Tawakal memang bukan perkara mudah, tidak hanya perbuatan bibir saja tetapi ini Amalan Hati. Setidaknya ada TIGA langkah yang harus dilakukan untuk dapat bertawakal dengan sebenar-benarnya.
Pertama, Harapan Keyakinan itu HANYA pada Allah.
Mengantungkan harapan hanya kepada Allah semata, dengan mengikhlaskan dan meluruskan niat amalan hanya kepada Dzat yang maha menepati harapan. Keyakinan ini hendaknya dilakukan di awal, selama ujian, dan setelah ujian ukdi kemarin.
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (QS. Al Ikhlas: 2)
Kedua, selalu BERSYUKUR dan SABAR
Kita memang tidak pernah bisa mendapatkan setiap hal yang kita inginkan, namun kita akan selalu bisa mensyukuri setiap hal yang kita dapatkan. Dengan bersyukur, kita telah menjadi pribadi yang bermental positif, karena yakin bahwa Allah pasti memberi hal yang terbaik.
Bukankah Allah teramat sayang kepada hamba-hambaNya?
dan bukankah ia pasti kan memberikan segala yang terbaik untuk hamba-hambaNya?
Dan bukankah kita yakin bahwa Allah maha menepati janji?
Dengan bersyukur, kita bisa melihat kebaikan dari segala sesuatu. Karena bisa jadi, hal yang menurut kita mengecewakan merupakan suatu hal yang terbaik untuk kita. Dan belum tentu, apa yang kita harapkan, merupakan hal yang baik bagi kita. Allah Maha Mengetahui yang terbaik bagi hamba-Nya.
Jika hal yang menimpa diri kita berupa musibah kesusahan yang akhirnya akan menggoreskan kekecewaan dalam diri, maka sebagai seorang muslim, kita diwajibkan untuk bersabar.
Dari Shuhaib Ar-Rumiy RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh mengagumkan urusannya orang mukmin itu, semua urusannya menjadi kebaikan untuknya, dan tidak didapati yang demikian itu kecuali pada orang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan dia bersyukur, maka yang demikian itu menjadi kebaikan baginya. Dan apabila dia ditimpa kesusahan ia bershabar, maka yang demikian itu pun menjadi kebaikan baginya”. [HR. Muslim]
Sabar bukan berarti hal yang pasif saja, sabar juga bersifat proaktif. Karena sabar terdiri dari tiga hal, sabar dalam menghadapi MUSIBAH, sabar dalam mengerjakan KEBAIKAN, dan sabar dalam menahan diri dari mengerjakan perbuatan MAKSIAT. Jangan pernah menangisi nasi yang telah menjadi bubur, namun berilah ia bumbu, kecap, kacang, dan kerupuk, agar bisa menjadi bubur yang lezat. Dan sungguh, kesabaran hanya akan menambahkan pahala kebaikan pada diri kita.
”Seorang hamba yang ditimpa musibah, lalu mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, llahumma’jurni fi mushibati wa ahlif li khairan minha (sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nyalah kita dikembalikan. Ya Allah, berilah aku ganjaran dalam musibahku ini dan berilah ganti kepadaku dengan yang lebih baik darinya), niscaya Allah akan memberi ganjaran padanya dalam musibahnya dan akan menggantikan dengan yang lebih baik darinya.” (HR Muslim).
Ketiga, Selalu Mengadakan Perbaikan (Muhasabah)
Manusia adalah ciptaan Allah paling sempurna dari makhluk lain. Tetapi manusia juga ditakdirkan berpotensi melakukan kesalahan. Baik karena ketidaktahuan atau dosa kesengajaan. Seorang Muslim yang bertaqwa akan selalu introspeksi yang intinya adalah mengganti keburukan yang telah lampau dan menambah kebaikan-kebaikan yang sudah dilakukan.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.Al-Hasyr [59]:18).
Allah berikan nikmat tidak sesuai harapan, bisajadi karena kurang maksimal dalam usaha atau sebagai bentuk ujian peringatan Allah. Allah berikan nikmat yang sesuai harapan atau berlebih, maka Allah menunggu apa yang akan dilakukan dengan hasil itu.
" Ya Allah, yang maha mendengarkan doa setiap hambaNya. Ampunilah dosa kami yang selama ini sering bermaksiat kepada Engkau. Ampunilah dosa orang tua kami yang selama ini mengasihi kami, serta ampunilah dosa guru-guru kami yang telah memberikan ilmunya untuk kami. Hari ini kami berkumpul dan mengikuti ujian UKDI ini dalam rangka mengamalkan sedikit dari ilmuMu yang maha Luas. Lapangkanlah hati-hati kami hingga kami mudah mengerjakannya, bukakanlah pintu-pintu ilmu di pikiran kami dalam menyelesaikannya. Ya Allah, Engkau telah menyaksikan usaha-usaha kami dan kami bertawakkal kepada Engkau , kiranya Engkau mengabulkan doa kami dan memberikan kelulusan di UKDI kami. Amin"
Apa Kesalahan Kita di Ramadhan Lalu??
Kehilangan itu baru terasa setelah kita membutuhkannya..
Yah mungkin inilah yg menjadi catatan muhasabah ramadhan lalu.
Kini..dalam hitungan jam kedepan, Ramadhan kembali menyapa.
Semoga kita semua dberi kesempatan umur
Dan hati yang khusyuk meraih berkah di ramadhan kali ini.
Saudaraku,
Menyadari jatah hidup yang sangat singkat ini,
Semestinya Ramadhan dengan keutamaannya yang melimpah kita maknai
Sebagai barang mahal yang mahal tak ternilai.
Harinya, siangnya, malamnya, mungkin berjalan seperti hari-hari sebelumnya.
Mataharinya terbit dari timur lalu tenggelam di ufuk barat.
Tidak saudaraku,ada berjuta kemuliaan di dalamnya.
Ada penghargaan berbeda atas tiap amal di dalamnya.
'Berpuasalah di hari yang sangat panas tuk menghadapi panjangnya Yaumul Mahsyar.
Shalatlah dua rakaat di gulita malam tuk mengingat alam kubur!'
Begitulah jawaban Abu Dzar ra. ketika bertauziyah tentangg bekal hidup perjalanan hidup.
Saudaraku,
Ramadhan adalah kesempatan yang tidak datang tiap saat.
Dan ketika datangpun tidak menunggu kesiapan dan keluangan waktu.
Maka kita harus meluangkan waktu dan menyiapkan diri menyambutnya,
Beramal didalamnya sebanyak-banyaknya agar ketika berlalu
Tidak timbul penyesalan yang mendalam karena kelalaian kita sendiri.
Saudaraku
Perhatikanlah apa yang dilakukan Imam Malik Rahimahullah ketika meyambut Ramadhan.
Ia menutup kitab-kitabnya, tidak berfatwa dan tidak melayani diskusi dengan orang lain.
Ia hanya mengambil Al-Qur'an dan berkata 'Bulan ini adalah bulan Ramadhan, bulannya Al-Qur'an.'
Ia lalu menuju ke masjid dan menetap di dalamnya,
memperbanyak shalat, tilawah dan dzikir sampai bulan Ramadhan berlalu.
Bagaimana dengan kita?
Semoga ramadhan kali ini mampu kita lewati sebaik-baiknya
Agar tidak menyesal karena kehilangan kesempatan yang sangat berharga.
Apa kesalahan kita di Ramadhan tahun lalu?
Semoga tidak terulang di Ramadhan kali ini...amin
Allahu a'lam Bishowab
Yah mungkin inilah yg menjadi catatan muhasabah ramadhan lalu.
Kini..dalam hitungan jam kedepan, Ramadhan kembali menyapa.
Semoga kita semua dberi kesempatan umur
Dan hati yang khusyuk meraih berkah di ramadhan kali ini.
Saudaraku,
Menyadari jatah hidup yang sangat singkat ini,
Semestinya Ramadhan dengan keutamaannya yang melimpah kita maknai
Sebagai barang mahal yang mahal tak ternilai.
Harinya, siangnya, malamnya, mungkin berjalan seperti hari-hari sebelumnya.
Mataharinya terbit dari timur lalu tenggelam di ufuk barat.
Tidak saudaraku,ada berjuta kemuliaan di dalamnya.
Ada penghargaan berbeda atas tiap amal di dalamnya.
'Berpuasalah di hari yang sangat panas tuk menghadapi panjangnya Yaumul Mahsyar.
Shalatlah dua rakaat di gulita malam tuk mengingat alam kubur!'
Begitulah jawaban Abu Dzar ra. ketika bertauziyah tentangg bekal hidup perjalanan hidup.
Saudaraku,
Ramadhan adalah kesempatan yang tidak datang tiap saat.
Dan ketika datangpun tidak menunggu kesiapan dan keluangan waktu.
Maka kita harus meluangkan waktu dan menyiapkan diri menyambutnya,
Beramal didalamnya sebanyak-banyaknya agar ketika berlalu
Tidak timbul penyesalan yang mendalam karena kelalaian kita sendiri.
Saudaraku
Perhatikanlah apa yang dilakukan Imam Malik Rahimahullah ketika meyambut Ramadhan.
Ia menutup kitab-kitabnya, tidak berfatwa dan tidak melayani diskusi dengan orang lain.
Ia hanya mengambil Al-Qur'an dan berkata 'Bulan ini adalah bulan Ramadhan, bulannya Al-Qur'an.'
Ia lalu menuju ke masjid dan menetap di dalamnya,
memperbanyak shalat, tilawah dan dzikir sampai bulan Ramadhan berlalu.
Bagaimana dengan kita?
Semoga ramadhan kali ini mampu kita lewati sebaik-baiknya
Agar tidak menyesal karena kehilangan kesempatan yang sangat berharga.
Apa kesalahan kita di Ramadhan tahun lalu?
Semoga tidak terulang di Ramadhan kali ini...amin
Allahu a'lam Bishowab
Diari Hati Istri
Suamiku, ijinkanku kali ini menuliskan sebagian kisah Kita dalam catatan harianku sebagai bagian dari tarbiyah kehidupanku.
Kemarin pagi... kepadaku, engkau mengeluhkan sakit kepala dan demam. Seluruh persendianmu terasa sakit. Namun engkau memilih tetap berangkat kerja. Ada sebuah agenda RS yang harus dipersiapkan olehmu bersama panitia lain.
Sorenya engkau pulang. Ku mendapati wajahmu terlihat sangat lelah. Seluruh badanmu terasa hangat. Kembali engkau mengeluhkan seluruh persendianmu terasa sakit. Sehingga engkau lebih memilih istirahat sejenak walau saat itu lapar menggelayuti. Engkau memintaku tuk terus disisimu menemani.
"Hari ini ana banyak mengingat kematian."
Engkau mengawali pembicaraan. Engkau pun kemudian menceritakan pengalaman dan kesanmu setelah mengunjungi ayah salah seorang teman yang sedang sakit. "Ana masih ingat ketika beliau masih sehat.Tubuh yang kemarin terlihat gagah, bekerja keras dan kuat mengangkat kayu-kayu serta suaranya yang nyaring masih tergambar jelas. Kini beliau sedang terbaring sakit tak berdaya. Tubuhnya semakin kurus dan perutnya cekung. Tidak ada yang bisa dilakukan walau hanya tuk membuka mulut atau memiringkan badan kekiri/kanan." Ku terdiam mendengarkanmu dengan seksama.
Engkaupun kembali melanjutkan, "Sayang, cepat atau lambat kematian akan datang pada diri kita. Tidak sharusnya kita terlalu berat memikirkan dunia yang sebentar akan kita tinggalkan. Jika ada masalah atau ujian, kita tidak berlarut didalamnya. Melainkan menjalaninya sebagai suatu kepastian dalam kehidupan. Kita seharusnya lebih memikirkan amalan baik dan dosa yang kita perbuat. Mempersiapkan kematian itu dengan kebaikan-kebaikan kita."
Ku lihat wajahmu. Tatapanmu lurus kedepan, seolah jauh menerawang ke langit sana. " Ya Rabbi, sembuhkanlah suamiku. Jadikanlah ia sebagai pelebur dosa-dosanya dan Engkau ijabah sgala doa-doanya" Ku berdoa dalam hati.
"Sayang, jika di kemudian hari diantara kita ada yang terpukau dengan kemilau dunia, maka salah satu diantara kita harus saling mengingatkan tentang kematian." Kataku padanya.
***
Maha suci Engkau Allahu Rabbi, yang telah menganugerahkan kepada kami pasangan hidup yang membuat kami semakin mencintaiMu, menjadikan hati kami dipenuhi rasa syukur atas karunia besar ini serta menguatkan pijakan langkah kaki kami menuju Engkau.
Jadikanlah ketentraman dan kecenderungan hati kami terhadap pasangan kami semata-mata berasal dari Engkau. Dengan ridhoMu, cinta itu tumbuh mekar mewangi hingga ke syurga. Amin ya Allah.
Kemarin pagi... kepadaku, engkau mengeluhkan sakit kepala dan demam. Seluruh persendianmu terasa sakit. Namun engkau memilih tetap berangkat kerja. Ada sebuah agenda RS yang harus dipersiapkan olehmu bersama panitia lain.
Sorenya engkau pulang. Ku mendapati wajahmu terlihat sangat lelah. Seluruh badanmu terasa hangat. Kembali engkau mengeluhkan seluruh persendianmu terasa sakit. Sehingga engkau lebih memilih istirahat sejenak walau saat itu lapar menggelayuti. Engkau memintaku tuk terus disisimu menemani.
"Hari ini ana banyak mengingat kematian."
Engkau mengawali pembicaraan. Engkau pun kemudian menceritakan pengalaman dan kesanmu setelah mengunjungi ayah salah seorang teman yang sedang sakit. "Ana masih ingat ketika beliau masih sehat.Tubuh yang kemarin terlihat gagah, bekerja keras dan kuat mengangkat kayu-kayu serta suaranya yang nyaring masih tergambar jelas. Kini beliau sedang terbaring sakit tak berdaya. Tubuhnya semakin kurus dan perutnya cekung. Tidak ada yang bisa dilakukan walau hanya tuk membuka mulut atau memiringkan badan kekiri/kanan." Ku terdiam mendengarkanmu dengan seksama.
Engkaupun kembali melanjutkan, "Sayang, cepat atau lambat kematian akan datang pada diri kita. Tidak sharusnya kita terlalu berat memikirkan dunia yang sebentar akan kita tinggalkan. Jika ada masalah atau ujian, kita tidak berlarut didalamnya. Melainkan menjalaninya sebagai suatu kepastian dalam kehidupan. Kita seharusnya lebih memikirkan amalan baik dan dosa yang kita perbuat. Mempersiapkan kematian itu dengan kebaikan-kebaikan kita."
Ku lihat wajahmu. Tatapanmu lurus kedepan, seolah jauh menerawang ke langit sana. " Ya Rabbi, sembuhkanlah suamiku. Jadikanlah ia sebagai pelebur dosa-dosanya dan Engkau ijabah sgala doa-doanya" Ku berdoa dalam hati.
"Sayang, jika di kemudian hari diantara kita ada yang terpukau dengan kemilau dunia, maka salah satu diantara kita harus saling mengingatkan tentang kematian." Kataku padanya.
***
Maha suci Engkau Allahu Rabbi, yang telah menganugerahkan kepada kami pasangan hidup yang membuat kami semakin mencintaiMu, menjadikan hati kami dipenuhi rasa syukur atas karunia besar ini serta menguatkan pijakan langkah kaki kami menuju Engkau.
Jadikanlah ketentraman dan kecenderungan hati kami terhadap pasangan kami semata-mata berasal dari Engkau. Dengan ridhoMu, cinta itu tumbuh mekar mewangi hingga ke syurga. Amin ya Allah.
Langganan:
Postingan (Atom)