skip to main |
skip to sidebar
Dalam perjalanan pulang dari salah satu Toko Tekstil di Samarinda.
Saya: "Abi, tadi beli apa?"
Suami: " Beli Peci."
Saya: " Harganya berapa"
KAGET!!!
Itulah yang saya rasakan ketika suami menyebutkan harganya. Apalagi saat mendengarkan alasan yang diutarakannya.
Suami: "Iya, Abi tertarik milih peci itu karena peci itu beda dari yang lain karena harganya paling mahal"
TERDIAM SEJUTA RASA!!!
Itulah yang saya rasakan ketika suami melanjutkan pembicaraan.
Suami: "Iya, sama saat memilih Umi menjadi istri Abi karena Umi beda dari yang lain."
#Ehmm... selalu kehabisan kata saat di hadapannya.
Pagi hari semilir angin meniup dedaunan
butir-butir kecil air hujan membasahi bumi
dan lembar demi lembar kelopak daun yang mulai berguguran
membias indah menyimpan berjuta senyuman
Di balik kaca jendela
Ku duduk terdiam termenung
Ku tatap jauh melintas angkasa yang menyirat rahasia Tuhan
sesekali ku menghembus nafas panjang
Batinku mengadu pada pemilikNya :
"Rabbi, permudahkanlah urusan Hamba untuk melengkapi separuh dienMu. Bimbinglah hamba tuk bisa melalui saat-saat pertemuan dengannya. Lelaki yang Engkau pilih tuk menjadi tambatan hati."
Yah... Hari itu tepatnya tgl 12 Maret 2012 seseorang kan datang menyatakan keseriusannya menikahi diriku... Segaris senyum terukir di wajah disaat mengenang masa-masa di SMA dulu. Saat mengenali dan berinteraksi dengannya. Tidak ada getaran-getaran itu hadir.. Setelah waktu berlalu begitu panjang, kini takdir justru mempertemukan kami kembali, tidak sebagai reuni teman lama, melainkan sebagai bukti komitmen kami tuk mengarungi hidup bersama dalam ikatan pernikahan.
Ternyata takdir adalah hal muthlak yang akan terjadi... Persoalannya hanya atas Izin dari Allah swt tentunya.. Dia lah Rabb yang telah menulis dalam lembaran lembaran takdir (lauh mahfuz) bahwa kelak aku dan "dia" akan hidup bersama.. Mengarungi bahtera cinta seperti saat ini.. Padahal waktu itu aku tak pernah menyangka aku akan menikah saat masih kuliah, dan bersama dengan si "dia" yang telah bertahun tahun tak jumpa, tanpa komunikasi, bukan teman akrab, apalagi pacar (istilah kaum marginal)..
"Tarbiyah" mungkin ini kata yang tepat yang dijadikan oleh Allah swt sebagai asbab pertemuan kami... Di jalan cinta inilah kami bertemu di salah satu stasenya, yah stase "membina rumah tangga Islami"... Tidak dapat dipungkiri bahkan memang demikianlah adanya... Saudara_saudara kami di jalan "tarbiyah" lah yang telah banyak mengurusi pernikahan kami... Mulai dari ta'aruf, khitbah, sampai walimahtul ursy... Semoga Allah swt mwngistiqomahkan kami dalam jama'atuddakwah ini... Jalan cinta para manusia yang mengharapkan ampunan dan pertemuan dengan Allah swt..
Hal yang lumrah bagi kami dalam lingkungan "tarbiyah" untuk melakukan proses ta'aruf terhadap calon pasangan.. Sebelum kami datang ke KUA kami melalui lingkungan "tarbiyah" telah mengenal biografi satu sama lain dengan saling bertukar data yang kami sebut proposal pernikahan.. Hehe kaya' propsal kegiatan aja...
Yang namanya proposal bisa diterima atau di tolak! Karena menikah bagi kami bukan hanya soal cinta, melainkan visi hidup dengan seluruh karakternya... Sehingga pernikahan itu bukan hanya penyatuan fisik tapi juga penyatuan jiwa, penyatuan fikroh, penyatuan 2 keluarga besar... Itulah sebabnya sejak awal dan akhir proses ini kami melibatkan lingkungan "tarbiyah"... Yah jalan cinta yang melengkapi hidup kami dengan bekal untuk mendapatkan keridhoan Allah swt di dunia dan akhirat nanti insyaAllah...
Kami akhirnya akan bertemu di KUA,
Saat itu hari pun tertatih-tatih merambat siang
mentari mulai menggeser di antara awan-awan mendung
camar-camar riang bernyanyi menghias lelangit yang mulai menerang.
"Ayo Nak, kita berangkat sekarang.
Ucapan Abi membangunkanku dari lamunan.
Ku tatap sosok lelaki hebat itu, wajahnya senyum sumeringah sambil sesekali tangannya merapikan bajunya. Abi benar-benar rupawan siap bertemu calon besan dan "Dia".
Ku tidak ubahnya Nisa kecil yang membuntuti abi dari belakang. Langkahku lemah gontai, tak kuat Menginjak bumi. Bulir-bulir keringat dingin mulai bermunculan satu persatu. Jantungku berdebar sangat kencang. Tak pernah ku secemas ini. "Ya Rabb, seperti apa warna pertemuan nanti? Berikanlah ketenangan pada hamba..."
Akhirnya,
tibalah ku di KUA. Jantungku terus berdegup kencang. Wajahku pucat pasi. Ku terus berjalan mengikuti abi memasuki bangunan mungil itu.
namun...
langkahku tiba-tiba terhenti
melihat sosok bayangan lelaki di salah satu sudut ruangan.
"Apakah itu "dia" ?..
tanyaku dalam hati
dan langkahku pun ku teruskan hingga mendekati sebuah meja panjang dan dua kursi dihadapannya.
"Assalamualaykum, silakan duduk ukhti."
Sapa lelaki yang ku lihat tadi. Ternyata beliau adalah ustad. Burhan, anggota DPRD Nunukan dari fraksi PKS yang ikut mendampingi pertemuan kami saat itu.
"Akh Yakub solat dulu. Sebentar lagi kemari. Calon pengantin kita tegang sekali." (Celoteh ust. Burhan)
Beliau mencoba mencairkan suasana.
Ku paksakan diri untuk tersenyum. Entah seperti apa hasilnya. Lantas kemudian, Sekilas ku pandangi kursi yang tak jauh dari tempatku duduk, ada sebuah jaket yang bertuliskan KAMMI. Hatiku berdesir. Ku tahu jaket itu pasti miliknya. Ku tundukkan pandanganku dalam-dalam.
Seolah mengetahui kegalauanku, Sang Ustad kemudian mengajukan beberapa pertanyaan seputar perkuliahan, aktivitas dakwah di samarinda, dan kondisi mahasiswa Nunukan yang aktif tarbiyah. Terlihat sekali keinginan besar beliau agar mahasiswa Nunukan kembali membangun kota ini. Obrolan kami terputus saat terdengar seseorang mengucapkan salam dari arah pintu masuk. Ku mengenal suara itu. Suara yang tak asing di telingaku. Yah, itu "dia" yang menawarkan cinta suci kepadaku beberapa waktu lalu dalam sebuah proposal pernikahan..
Kepalaku terasa berat, sehingga ku tak sanggup lagi menegadahkan wajahku. Sekujur tubuhku serasa membeku. Hatiku diselimuti cemas, bahagia, malu, semua bercampur menjadi satu. Tak pernah ku rasakan getaran Cinta Seperti saat ini. Beberapa saat kemudian, kami secara bergantian di wawancara oleh petugas KUA. Setelah itu melapor ke Kantor Kecamatan. Semuanya kami lakukan ditemani orang tua masing-masing, Ustad serta seorang seorang ummahat. Dari awal hingga akhir pertemuan kami, tidak ada sapaan, tidak ada obrolan di antara kami. Bahkan hingga perpisahan itu tiba, tidak ada keberanian sedikitpun untuk melihat wajahnya. Meskipun demikian, pertemuan singkat itu membuat hatiku dipenuhi cinta akan dirinya, lelaki pilihan Allah untukku yang kini menjadi suamiku.
Matahari kini beranjak meninggalkan peraduannya,
Rembulan siap menyinari dengan kelembutannya,
Camar-Camar itu kembali bernyanyi di ranting pepohonan
menghias indah sore di detik_detik menanti hari pernikahanku...
Oleh: Andi Yakub Abdullah
Ku langkahkan kaki dengan penuh keyakinan.. Melewati darat dan laut menuju sebuah bangunan kecil bernama Kantor Urusan Agama (KUA) di pulau perbatasan Indonesia bagian utara (Sebatik)
Teringat sebuah syair yang melantun indah di hati di sepanjang perjalanan
"Sabarlah menunggu janji Allah kan pasti hadir tuk datang menjemput hatimu..
Sabarlah menanti usahlah ragu kasih kan datang sesuai dengan iman di hati.."
Bulan maret tanggal 12 tahun 2012, sekitar pukul 09.00 pagi ku telah tiba di desa Tanjung Aru. Tepatnya di KUA kec. Sebatik, hati yang gugup dan bahagia bercampur ditemani gerimis pagi yang seolah mendukung suasana batinku waktu itu.
Betapa tidak, ku tidak sedang kebetulan lewat di KUA, atau sekedar menemani orang untuk suatu urusan disana.., melainkan aku sedang menunggu seorang wanita yang sebentar lagi akan mengikat janji hidup bersama denganku.
Yah aku lah yang sedang berurusan dengan KUA, untuk mendaftar mengurus pembuatan buku nikah..., sudah menjadi peraturan di negeri ini (Indonesia), agar calon suami dan istri dipertemukan untuk di wawancarai mengenai kesiapan dan keseriusannya untuk menikah.
Karena ini adalah pertama kalinya dalam hidupku, maka rasa gugup itu pasti ada. Maklum ini pertama kalinya juga dalam hidupku ingin mengatakan cinta pada seorang wanita... "Katakan cinta versi Islami"... Disaksikan kedua pihak (orang tua dan calon mertua) dan tentu juga petugas KUA). Rasa gugup itu juga semakin bertambah begitu tahu bahwa calon mertua dan "dia" sedang menuju ke KUA. Untuk menenangkan diri, ku tunaikan shalat sunnah di masjid terdekat.
Sejenak ku duduk di dalam masjid usai shalat sambil menghela napas mempersiapkan mental untuk bertemu dengan "dia" dan orang tuanya. Tiba-tiba hp ku berdering, isyarat panggilan agar aku segera ke KUA sekarang... Huf.. Ya Rabb inilah saatnya. Ya.. Aku akan segera bertemu dengan "dia".
"Dia" yang sebenarnya telah ku kenal beberapa tahun yang lalu. Tepatnya saat kami masih berseragam putih abu-abu, "dia" yang dulunya bukan siapa-siapa bagiku.. Dan aku juga bukan siapa-siapa baginya. Mungkin banyak yang salah mengira. Bahwa kami telah lama menjalin komunikasi alias pacaran. Padahal itu tidak pernah terjadi dalam kisah kami.
Saat SMA "dia" siswi yang berprestasi. Sementara diriku hanya siswa yang biasa saja. Kami hanya kenal seperti teman-teman pada umumnya. "Dia" kala itu adalah siswi yang full dengan aktifitas akademik dan selalu menjadi utusan dalam lomba ilmiah mewakili sekolah dalam event lokal dan nasional sehingga antara "dia" dan diriku ada jarak yang membuat kami tidak mungkin bisa menjadi sangat dekat apalagi berpacaran ( istilah anak galau saat ini).
Setelah lulus "dia" melanjutkan studi di FK UNMUL (Samarinda), dan diriku ke makassar. Setelah 5 tahun kemudian kami di proses (khitbah/lamaran). "Dia" dan keluarganya menerima.
Dan setelah masa yang panjang itu kami bertemu di KUA kec. Sebatik. Saat pertama kali kami bertemu kami tidak saling menyapa, tidak saling memandang, apalagi berjabat tangan. Pertemuan pagi itu sangat kaku tapi membuat hati mencapai puncak ketenangannya.
Ya bagi kami... Saat pertemuan di KUA belum ada kehalalan dari Allah swt untuk kami berdua... Kami di wawancarai pun orang perorang (bergantian)...
Saya tergelitik saat petugas KUA mengajukan pertanyaan
KUA: sejak kapan kalian kenal?
Saya: sekitar 5 thn yang lalu...
KUA: Oh sudah lama yah... Jadi selama itu kalian menjalin hubungan?
Saya: Tidak
KUA: Loh kok bisa?
Saya: Yah aku di makassar dan "dia" di samarinda..
KUA: hubungan jarak jauh?
Saya: tidak
KUA: loh kok bisa yah?
Saya: hmmm... Percayalah (dalam hati)
Pada saat pertanyaan mengenai hobi
KUA: apa hobi anda?
Saya: menulis dan membaca
KUA: wah sama dong dengan calonnya (dia)? (Sebelum saya diwawancarai "dia" lebih dahulu telah diwawancarai)
Saya: (tersenyum)
KUA: udah janjian yah?
Saya: hmmm... Mulai! (dalam hati)
Setelah kami di screening di KUA, kami pun berangkat menuju kantor Camat sebatik induk, bersama orang tua masing-masing tentunya. Sebagai warga negara yang baik kami pun melapor.
Di perjalanan ku melihatnya dari kejauhan.. Sulit untuk melihatnya.. Karena dia hanya menunduk dan/ menoleh kearah yang berlawanan. "Ciri khas akhwat pergerakan"...
Sampai akhirnya saat aku naik ke mobil.. Barulah aku dapat melihatnya dibalik kaca mobil (chie curi_curi pandang eeei) hehehe... Ada hadistnya loh tentang anjuran melihat calon pendamping... Hiks hiks hiks...
Setelah melihatnya ehm... Ehm.. Subehanalloh.. Ya robb... Kini terbukti hipotesis aktivis dakwah bahwa mencari pendamping hidup itu tidak mesti pacaran dulu... Buktinya para aktivis dakwah.. Mereka pada akhirnya menemukan takdirnya... Bertemu dengan kekasih hati pada saat yang tepat...
Demikianlah bahwa aku telah ditakdirkan bertemu dengan "dia"... Yang saat ini telah menjadi istriku... Berjanji di hadapan Allah swt untuk sehidup semati... Bekerja sama untuk memperoleh keridhoanNya...dan berharap kelak di akhirat nanti kami bersama lagi... Membangun cinta dalam naungan cinta kasih Nya..