Refleksi Pernikahan #1 : Amanah Terakhir Ayah

Ia seperti karang kokoh,
Yang tak pernah goyah walau gelombang mendera bertubi-tubi
Ia bak mentari sepanjang waktu,
yang tak pernah bosan menyinari walau awan mendung datang menyelimuti
Pancarkan energi ketegaran
dalam lukisan wajahnya yang jarang menangis
Sebarkan cahaya kebahagiaan
dalam  senyuman setiap menjumpaiku
Ayah, yang selalu menemani segala bentuk hari milikku



23 tahun sudah. Ayah penuhi kewajiban membesarkanku dalam samudera kasih yang tak bertepi. Sudah selama itukah aku menjadi bebanmu? Menjadi amanah titipan Ilahi yang engkau jaga dengan sepenuh hati.  Rasanya baru kemarin aku belajar memanggil namamu dan belajar mengejanya “a.y.a.h”.  Rasanya baru kemarin aku belajar merangkak tertatih-tatih menujumu.  Sudah selama itu pula ku hidup dalam limpahan syukur tiada terkira pada-Nya atas kehadiran ayah mengisi hari-hariku. Engkau hadir memberi kehangatan, kedamaian dan perlindungan dalam syurga rumah milik kita.

Pernah suatu ketika. Ayah mengatakan padaku bahwa kebersamaan kita tidak akan selamanya ketika kelak ku telah dewasa dan menikah. Ketika datang seorang pria melamar putri kecil ayah. Dan saat-saat itulah merupakan tugas terakhir dan terberat bagi ayah. Memastikan tanggung jawab yang selama ini ayah emban diberikan kepada orang yang tepat. Seseorang yang ayah ridho terhadap agama dan akhlaknya. Memastikan ia seorang yang memiliki hati yang bijak. Yang tidak hanya mencintaiku tapi juga menghormatiku. Seorang pria yang tidak hanya memujaku tetapi juga dapat menasehatiku ketika ku berbuat salah. Sehingga dengan begitu, putri ayah bisa berbakti padanya dengan sepenuh hati. Dan jika saat itu telah tiba, maka sampailah sudah tugas terakhir seorang ayah kepada putrinya, menikahkan.

Saat itu kini tiba. Ayah, ku tahu betapa beratnya hatimu melepaskan putri kecil ayah. Ku pandangi kedua sudut mata ayah. Disana, ada genangan air mata yang membawa berjuta harapan dan doa untuk ku. Engkau hadirkan pesona ketegaran dibalik getaran suara ayah ketika menuntunnya mengikrarkan Ijab Kabul. Engkau hadirkan ketentraman, mengusir segala kegundahan yang mengelayuti jiwa dengan nasihat-nasihat pernikahan yang engkau bisikkan padaku.
“Nak, inginkah ayah sampaikan sebuah kabar gembira padamu yang setelah ini engkau tidak akan bersedih hati? Ada syurga hijau menanti yang bisa engkau masuki dari pintu mana saja yang engkau sukai, kini kuncinya ada pada ridho suamimu. ”

Hari ini, ku tuliskan sebuah ungkapan cinta dalam tulisan sederhana untuk ayah tersayang yang sangat mencintaiku. Tak terhitung kasih dan pengorbanan yang selalu ayah persembahkan sepanjang hidupku namun masih sedikit bakti ku berikan kepadamu.

Telah datang kereta yang menjemput putri ayah pergi bersamanya
Dan aku pun berlalu dengan membawa secercah asa
Ayah lihatkah rinduku pada syurga yang bisa dimasuki dari pintu mana saja yang disuka
Ayah lihatkah janji Allah sebagai balasan ketaatan menjemput setiap kemilau ridhonya
Jika saatnya tiba,
Kita akan kembali bersua
Dalam hijaunya surga, dalam berbagai karunia
Dalam ketenangan dan kedamaian jiwa
Disana kita akan kembali merendah cinta
Hapuslah lara, iringkanlah doa kebahagiaan bagi kami mengarungi bahtera rumah tangga
***
Bumi Cinta, 2012

 Dedicated For My Dad, Muhammad Idris Shaleh 
terima kasih telah mengantarku ke gerbang pernikahan.

0 komentar:

Posting Komentar